Menurut Mahmud Yunus, pendidikan adalah suatu bentuk pengaruh yang terdiri dari ragam pengaruh yang terpilih berdasarkan tujuan yang dapat membantu anak-anak agar berkembang secara jasmani, akal dan pikiran.dalam prosesnya ada upaya yang harus dicapai agar diperoleh hasil yang maksimal dan sempurna, tercapai kehidupan harmoni secara personal dan sosial.segala bentuk kegiatan yang dilakukan menjadi lebih sempurna, kokoh, dan lebih bagus bagi masyarakat.[1]
Apabila semua itu dalam pendidikan dan pengajaran tercapai maka tercapailah pendidikan cinta tanah air, pendidikan jasmani, pendidiakn akhlak, pendidikan perasaan, pendidikan perbuatan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan keindahan dan pendidikan peribahasa. Dengan demikian sampailah kita kepada cita-cita yang tinggi menjadikan manusia insan kamil. Salah satu pokok untuk mendapatkan kemajuan dalam kehidupan ialah bila orang itu bertubuh tegap dan sehat. “akal yang sehat dalam tubuh yang kuat”.[2]
Guru tidak akan maju dalam usahanya bila tidak mengetahui pertumbuhan jasmani anak-anak dan apa yang dibutuhkan oleh jasmani itu. Maka kesehatan anak-anak penting sekali dijaga dalam mendidik anak-anak itu, karena tidak akan tercapai kebahagiaan kalau tidak ada kesehatan.
Sedangkan pendidikan akal pendidikan akal supaya mendapat pengetahuan dan mencerdaskan akal pikiran serta pandai mempergunakan ilmu yang diketahui oleh manusia. Tetapi tujuannya ialah mengetahui ilmu dengan sesungguhnya serta mengerti dan faham akan wujud maksudnya dan dapat dipergunakan dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan akhlak adalah tujuan yang utama dan tertinggi dari segala tujuan itu, bahkan akhlak itulah segala kehidupan karena dengan pendidikan akhlak itu kita dapat menanamkan sifat-sifat yang baik dalam jiwa anak, seperti menepati janji, jujur dalam segala hal, tulus ikhlas dalam perbuatan, sanggup dan tetap dan menunaikan kewajiban.[3]
Dengan demikian nyatalah bahwa tujuan pendidikan menurut Mahmud Yunus ialah menyiapkan anak-anak untuk kehidupan yang sempurna. Jasmaninya dilatih supaya tegap dan sehat, akalnya didik supaya pandai dan mencipta, kelakuannya diperbaiki supaya berakhlak mulia. Pemikiran Mahmud Yunus dalam peningkatan pendidikan Islam antara lain berkenaan dengan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran dan lembaga untuk lebih jelasnya akan dikemukakan sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan
Dari segi tujuan pendidikan Islam, terlihat pada gagasannya yang menghendaki agar lulusan pendidikan Islam tidak kalah dengan lulusan pendidikan yang belajar di sekolah-sekolah yang sudah maju, bahkan lulusan pendidikan Islam tersebut mutunya lebih baik dari lulusan sekolah-sekolah yang sudah maju. Yaitu lulusan pendidikan Islam yang selain memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang ilmu-ilmu umum juga memiliki wawasan dan kepribadian Islam yang kuat. Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah untuk mempelajari dan mengetahui ilmu-ilmu agama Islam serta mengamalkannya.[4]
Tujuan inilah yang dilaksanakan oleh madrasah-madrasah, seluruh dunia Islam beratus-ratus tahun lamanya sesudah mundurnya negara Islam, di madrasah ini hanya diajarkan ilmu-ilmu: tauhid, fiqh, tafsir, Hadits, nahwu, sharaf, balaqah dansebagainya. Sedangkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan diniawi tidak diajarkan sama sekali, bahkan dahulunya ada ulama yang mengatakan haram mengajarkan ilmu-ilmu alam, kimia, dan ilmu-ilmu lain yang disebut ilmu umum.[5]
Tujuan yang demikian itu, menurut Mahmud Yunus terasa masih kurang, tidak lengkap dan tidak sempurna. Tujuan yang demikian membuat umat Islam menjadi lemah dalam kehidupan di dunia dan tidak sanggup mempertahankan kemerdekaannya. Dari sini Mahmud Yunus menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan anak-anak didik agar pada waktu dewasa kelak mereka sanggup dan cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan bersama dunia akhirat.[6]
Perumusan ini ringkas dan pendek, tetapi isinya dalam dan luas, supaya anak-anak cakap melaksanakan amalan akhirat mereka harus dididik, supaya beriman teguh dan beramal shaleh. Untuk pendidikan itu harus diajarkan antara lain adalah: keimanan, akhlak, ibadah dan isi al-Qur'an yang berhubungan dengan yang wajib dikerjakan dan yang haram mesti ditinggalkan. Supaya anak-anak cakap melaksanakan pekerjaan dunia, mereka harus dididik untuk mengajarkan salah satu dari masing-masing perusahaan, seperti bertani, berdagang, beternak, bertukang, menjadi guru, pegawai negeri, buruh (pekerjaan) dan sebagainya yaitu menurut bapak dan pembawaan masingmasing anak-anak.[7]
Untuk menghasilkan semua itu anak-anak harus belajar ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan dunia dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan amalan akhirat. Berkaitan dengan tujuan pokok pendidikan Islam, Mahmud Yunus lebih lanjut merumuskannya adalah sebagai berikut: pertama, untuk mencerdaskan perseorangan, kedua, untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan. Dalam hubungan ia menilai pendapat ulama tradisional yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah dan sekedar untuk mempelajari agama Islam. Karena menurutnya, beribadah itu merupakan salah satu perintah Islam. Sedangkan pekerjaan duniawi yang menguatkan pengabdian kepada Allah juga merupakan perintah Islam.
Dengan demikian, pekerjaan duniawi termasuk juga tujuan pendidikan Islam. Selain itu, Mahmud Yunus menilai bahwa tujuan pendidikan yang lebih penting dan utama adalah pendidikan akhlak, karena Rasulullah SAW, diutus kemuka bumi adalah untuk memperbaiki akhlak dan budi pekerti umat manusia. Atas dasar pemikiran tersebut di atas, menurut Mahmud Yunus tugas yang utama dan pertama yang menjadi beban para ulama, guru-guru agama dan pemimpin-pemimpin Islam adalah mendidik anak-anak, para pemuda, putra-putri orang-orang dewasa dan masyarakat umumnya, dengan tujuan agar mereka memiliki akhlak yang mulia dan berbudi pekerti mulia. Hal yang demikian tidak berarti bahwa pendidikan jasmani, adil dan amal tidak dipentingkan sama sekali, bahkan semuanya dipentingkan, tapi yang terpenting menurut Mahmud Yunus adalah pendidikan akhlak.[8]
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui dengan jelas, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mendorong seseorang agar mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, yaitu ajaran yang menyeluruh seseorang tidak hanya menguasai pekerjaan-pekerjaan yang bersifat ukhrawi, tetapi pekerjaan yang bersifat duniawi dan dihiasi dengan akhlak yang mulia, sehingga tercapai kebahagiaan hidup yang seimbang. Rumusan tujuan pendidikan Islam dari Mahmud Yunus tersebut memperlihatkan dengan jelas adanya pengaruh lingkungan masyarakat Islam saat itu, yaitu masyarakat yang kemajuannya tidak seimbang. Mereka hanya mementingkan urusan ukhrawi saja dengan mengabaikan urusan duniawi.
2. Kurikulum pendidikan Islam
Mahmud Yunus adalah orang yang pertama kali memelopori adanya kurikulum yang bersifat integrated, yaitu kurikulum yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum di lembaga pendidikan Islam, khususnya dalam mengembangkan pengajaran bahasa Arab. pada mulanya pengajaran bahasa Arab lebih banyak menekankan aspek gramatika tanpa diimbangi kemampuan menggunakannya dalam bentuk dengan membuat metode pengajaran baru yang ia kenalkan dengan nama al-Thariqah al-Mubasyarah (direct methode) yang mengajarkan berbagai komponen ilmu bahasa Arab secara integrated dan diletakkan pada penerapannya dalam percakapan sehari-hari.[9]
Mahmud Yunus menawarkan kurikulum pengajaran bahasa Arab yang integrated antara satu cabang lainnya dalam ilmu bahasa Arab. seorang anak didik diberikan cabang-cabang ilmu bahasa Arab yang dipadukan dengan menerapkannya dalam pergaulan hidup sehari-hari. Menurut Mahmud Yunus, jika di sekolah-sekolah swasta Belanda, bahwa Belanda dijadikan sebagai bahasa pengantar, maka tidaklah salah jika di madrasah bahasa Arab bisa dijadikan bahasa pengantar dalam mempelajari ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu lainnya.[10]
Mahmud Yunus, secara garis besar menggambarkan pokok-pokok rencana pelajaran pada berbagai tingkatan pendidikan tersebut adalah sebagai berikut: pertama, rencana pelajaran kuttab (pendidikan dasar) membaca al-Qur'an dan menghafalnya, pokok-pokok agama Islam, seperti cara berwudhu, shalat, puasa, menulis, kisah atau riwayat orang-orang besar Islam, membaca dan menghafal syair-syair berhitung, pokok-pokok nahwu dan sharaf ala kadarnya.
Lama belajar di kuttab ini, tidaklah sama, tergantung kepada kecerdasan dan kemampuannya masing-masing anak, karena system pengajaran pada masa itu belum dilaksanakan secara klasikal sebagaimana umumnya sistem pengajaran sekarang ini, tetapi pada umumnya, anak-anak menyelesaikan pendidikan dasar ini selama kurang lebih 5 tahun. Kedua, rencana pelajaran tingkat menengah: al-Qur'an, bahasa Arab dan kesusastraan, fiqh, tafsir, hadits, nahwu, sharaf, ilmu-ilmu pasti, munafiq, ilmu falaq, tarih, ilmu-ilmu alam, kedokteran, musik. Di samping itu ada mata pelajaran yang bersifat kejujuran misalnya untuk menjadi juru tulis di kantor-kantor. Selain dari belajar bahasa, murid di sini harus belajar surat menyurat, diskusi dan debat. Ketiga rencana pelajaran pada pendidikan tinggi, pada umumnya pelajaran pada perguruan tinggi ini dibagi menjadi dua jurusan antara lain: pertama: jurusan ilmu-ilmu agama dan bahasa serta sastra Arab meliputi: tafsir al-Qur'an, Hadits, fiqh dan ushul fiqh, nahwu, sharaf, balaqah bahasa Arab dan kesusastraannya, kedua: jurusan ilmu-ilmu umum, meliputi: mantiq, ilmu-ilmu alam dan kimia, musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu falaq, ilmu ilahiyah, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan dan kedokteran.
Selanjutnya Mahmud Yunus, dengan mengutip kitab tabaqa ala tabbaq, menerapkan pelaksanaan sistem pendidikan tinggi tersebut sebagai berikut: “Bahwa Ibnu Sina, setelah berusia 17 tahun ia telah menyelesaikan pendidikan menengahnya. Iapun terus belajar menambah ilmu pengetahuannya lalu ia mengulang membaca mantiq, ilmu-ilmu pasti dan ilmu-ilmu alam kemudian ia berpindah kepada ilmu ketuhanan, lalu kitab mawarat tabi’ah (metaphisika) karangan Aristoteles, untuk memahami kitab itu ia membaca kitab Al-Farabi. Kemudian ia mendapat kesempatan untuk membaca buku-pada perpustakaan al-Amir. Dalam perpustakaan itu ada buku-buku kedokteran, bahasa Arab, syair, fiqh dan lain-lain. Lalu dibacanya buku-buku itu, sehingga ia mendapat hasil yang memuaskan”.[11]
3. Metode dan Pengajaran Pendidikan Islam
Menurut Mahmud Yunus metode adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru untuk memberikan berbagai pelajaran kepada murid-murid dalam berbagai jenis mata pelajaran. Jalan itu adalah khittah (garis) yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan di dalam kelas waktu mengajar.[12]
Sehubungan dengan penerapan metode pada suatu mata pelajaran, Mahmud Yunus juga sangat memperhatikan psikologi anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran modern, dengan tujuan agar pelajaran dapat memahami dan diingat secara kritis oleh murid. Selanjutnya ia juga amat menekankan tentang pentingnya penanaman moral dalam proses belajar mengajar, karena moralitas adalah merupakan bagian yang sangat penting dari sistem ajaran Islam.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga menyarankan agar setiap pendidik memahami gejolak jiwa, kecenderungan potensi, kemampuan dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik. Dengan cara demikian, setiap mata pelajaran yang diberikan dapat diserap oleh anak dengan sebaik-baiknya.
Mahmud Yunus menganjurkan agar setiap pelajaran yang disajikan dapat disesuaikan dengan waktu dan suasana serta menggunakan metode yang bervariasi. Sesungguhnya cara mengajar itu tidak sama, bahkan berlain-lainan menurut mata pelajaran yang diajarkan. Cara mengajarkan bahasa Arab atau Inggris berlainan dengan cara mengajarkan ilmu bumi, cara mengajarkan berhitung tidak sama dengan cara mengajarkan sejarah. Maka tiap-tiap mata pelajaran itu mempunyai jalan (metode) yang khusus, tidak dapat disama ratakan saja. Oleh sebab itu metode (cara-cara) mengajar terdiri dari dua macam antara lain: Pertama: cara mengajar umum yang meliputi :
1) Metode penyimpulan, yaitu guru menuliskan contoh-contoh di papan tulis kemudian dibahas bersama-sama murid, sehingga diambil kesipulan.tujuan metode ini membiasakan muridberfikirsendiri;
2) Metode Quasiyah yaitu mula-muladisebutkan kaedahdan hukum umum, kemudian diterangkan contoh-contohnya. Metode ini tidak menyuruh murid untuk berfikir dan percara diri, menerima apa adanya dari guru.
3) Metode membahas dan mengkiaskan, yaitu guru dan murid sama-sama menyimpulkan dan berpindah kaedah;
4) Metode memberitakan atau ceramah, metode ini sesuai untuk mahasiswa, tetapi tidak sesuai untuk murid di sekolah rendah, menengah pertama dan menengah keatas;
5) Metode bercakap-cakap dan tanya jawab, yaitu metode bercakap-cakap dan tanya jawab untuk mendapatkan suatu kebenaran. Tujuannya ialah memasukkan ilmu pengetahuan ke dalam otak murid-murid dan membiasakan mereka membahas untuk mendapatkan kebenaran.
Kedua: metode mengajar modern yang meliputi: 1) metode menyelidik yaitu membahas mata pelajaran dalam kitab yang ditentukan oleh guru kepada murid-murid, supaya mereka pelajari dengan sendirinya dan harus selesai dalam waktu yang ditentukan; 2) metode mentakjubkan (menghargai) yaitu murid banyak diam, banyak mendengarkan, guru langsung masuk ke dalam hati murid dengan perkataan yang manis, sehingga mereka terpesona ke dalam hati murid dengan perkataan yang manis, sehingga mereka terpesona dibawa oleh guru kearah tujuan yang dikehendakinya; 3) metode latihan (Drill), karena dengan tidak ada satu pelajaran yang dapat lancar dan sukses dengan tidak ada latihan dan ulangan.
4. Guru Pendidikan Islam
Guru mempunyai tugas yang penting yakni mengembangkan ilmu pengetahuan dan perbaikan masyarakat. Untuk lebih memantapkan penguasaan dan pengalaman terhadap pelajaran yang diberikan. Menurut Mahmud Yunus, sebaliknya pendidik hidup dan bertempat tinggal berada di tengah-tengah peserta didik. Dengan cara demikian komunikasi antara guru dan murid dapat diaplikasikan dengan penuh kasih sayang.
Mahmud Yunus menyajikan beberapa nasihat untuk guru-guru agama supaya maksud dan tujuan pendidikan agama berhasil dengan baik dan memuaskan diantaranya adalah sebagai berikut:[13] 1) hendaklah guru-guru mempunyai persediaan dan kemauan untuk jadi pengajar dan pendidik anak-anak; 2) hendaklah guru berilmu pengetahuan lebih luas dari pada pengajar yang akan diajarkannya; 3) hendaklah guru pandai membawa diri bergaul dengan guru yang lain dan saling menghormati; 4) hendaklah guru memakai pakaian yang bersih serta teratur; 5) hendaklah guru mempunyai akhlak dan adab tertib sopan yang tinggi, terutama dihadapan murid-muridnya; 6) hendaklah guru selalu ingat, bahwa ia berhadapan dengan anak-anak yang masih berumur 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 tahun. Sebab itu ia perlu menurunkan derajat fikirnya, perasaannya, khayalnya, supaya dapat dia sejiwa dengan mereka, serta menariknya kederajat yang lebih tinggi dengan jalan berangsur-angsur sedikit demi sedikit; 7) hendaklah guru menghadapi murid-muridnya dengan ramah tamah; 8) hendaklah guru selalu datang pada tepat waktu. Menurut Mahmud Yunus kalau hendak memperbaiki pendidikan dan pengajaran di Indonesia, maka tak ada jalan melainkan dengan memperbaiki guru-gurunya. Tak ada jalan untuk memperbaiki guru-guru melainkan dengan mempersiapkan guru-guru itu di sekolah-sekolah guru (Mu’alimin atau Fakultas Tarbiyah).[14]
Selanjutnya Mahmud Yunus menganjurkan kepada guru tentang segala sesuatu yang dipelajari oleh peserta didik, ia memperingatkan kepada guru-guru agar menjelaskan kepada para muridnya tentang manfaat atau faedah dari masing-masing ibadah yang diajarkan kepadanya. harus dijelaskan manfaatnya terhadap kesehatan jasmani, kebersihan, disiplin, persatuan, persamaan, persaudaraan, ketenangan dan kedamaian hati serta kesabaran. Dengan cara demikian seorang anak akan melaksanakan ibadah bukan semata-mata karena pengabdian kepada Tuhan, tetapi juga melihatnya sebagai kebutuhan, dengan cara demikian maka ia akan dapat melaksanakan ibadahdengan penuh kesungguhan hati.
5. Kelembagaan Pendidikan Islam
Dalam bidang kelembagaan, terlihat bahwa Mahmud Yunus termasuk orang yang mempelopori perlunya mengubah sistem pengajaran dari yang bercorak individual sebagaimana diterapkan di pesantren-pesantren menggunakan metode sorogan ataa weton. Dalam metode sorogan ini biasanya murid satu-persatu mendatangi guru dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kiai atau guru membacakan kitab yang berbahasa Arab, kata demi kata, dilanjutnya dengan menerjemahkan dan menerangkan maksudnya. Selanjutnya murid menyimak dan mengulangi bacaan berikut makna yang terkandung di dalamnya untuk membuktikan apakah bacaannya itu sudah benar atau belum. Dalam metode sorogan ini belum dikenal adanya sistem kelas.
Menurut Mahmud Yunus pada tahun 1931 lembaga pendidikan Islam indonesia memasuki warna baru yang disebut modernisasi pendidikan Islam di Indonesia.[15] Di mana pada tahun itu Mahmud Yunus memperkenalkan Kulliyah al-Muallimin al-Islamiyah (KMI) di mana pelaksanaan pengajaran dilaksanakan di kelas-kelas dengan jadwal dan kurikulum yang sudah ditetapkan, jenjang kelaspun diatur, yakni mulai dari kelas I sampai dengan kelas IV, setingkat dengan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Lembaga pendidikan ini yang banyak berpengaruh pada perkembangan pendidikan Islam “Modern” di Indonesia salah satunya melalui alumninya KH. Imam Zarkarsyi, salah satu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. Di tahun 1936 Pesantren Gontor sudah mengikuti kurikulum dan sistem pendidikan normal Islam (modern), dan pada perkembangan selanjutnya popularitas Pondok Modern Gontor itu melebihi normal Islam sampai sekarang. Lembaga Pendidikan Islam yang pertama kali memasukkan pendidikan umum menjadi kurikulum sekolah adalah Jami’ah Islami’ah, lembaga ini yang didirikan oleh Mahmud Yunus pada tahun 1931.
Selain pengetahuan umum sebagai pembaruan dalam periode ini, dalam beberapa hal juga ada pembaruan lainnya. Dalam bidang metodologi yang Mahmud Yunus sudah menerapkan tariqah al-mubasyarah dalam belajar bahasa Arab dan metodologi pengajaran setiap bidang studi sangat bervariasi.
[1] Mahmud Yunus, at-Tarbiyah wa at-Ta’lim, (Ponorogo: Darussalam PP. Wali Songo), 12
[2] Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta, Hidakarya Agung) 70
[3] Ibid, 71
[4] Herry Muhammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), 89
[5] Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hidakarya agung, 1990), 9-10
[6] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 62
[7] Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 10
[8] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 63
[9] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 64
[10] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 5
[11] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 105
[12] Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 85
[13] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1980), 66
[14] Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 60
[15] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 199
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...