Oleh : Abu Aisyah
Sudah sering kali kita membaca mengenai puasa, sehingga mungkin sebagian pembaca kan melewatkan paragraf ini. Namun mudah-mudahan tidak demikian, karena pembahasan puasa di sini lebih melihat terhadap efeknya pada pribadi seseorang dari pada hokum-hukum yang berkaitan dengannya.
Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai puasa bisa melihat di buku-buku yang berkaitan tentang hal tersebut, di sini hanya dibahas sedikit. Tapi mudah-mudahan tetap bermanfaat.
Puasa Ramadhan adalah sebuah ibadah yang berupa menahan diri dari makan minum berhubungan suami istri pada siang hari bulan ramadhan. Ia merupakan kewajiban yang secara langsung disebutkan oleh Allah ta'ala dalam firmanNya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(183)أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. QS Al-Baqarah ayat 183 dan 194.
Ayat ini begitu populer saat bulan Ramadhan tiba. Namun sayang sekali efek dari puasa itu hanya terasa mana kala Ramadhan itu berlangsung, selanjutnya ……. Biasa saja.
Kenapa seperti ini? padahal ayatnya berulang-ulang dibacakan oleh para da'i dan ustadz di mimbar-mimbar. Apa ada yang salah?
Kesalahan bukan pada kaca mata anda, melainkan pada pola pikir masyarakat kita. Mari kita simak lagi ayat 183 dari surat Al-Baqarah :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Bertakwa adalah tujuan dari diperintahkannya berpuasa, lalu apakah takwa hanya di bulan Ramadhan saja, sementara di bulan lainnya tidak ada takwa? jelas tidak.
Takwa harus ada di mana-mana, di rumah, di jalan raya, di kantor, di pasar, di penginapan dan di tempat-tempat lainnya.
Demikian pula takwa harus ada hari ini, kemarin, besok, lusa dan kapan waktu ada di situ ada takwa. Sehingga takwa tidak hanya di bulan Ramadhan saja, di luar bulan itu tetap ada takwa.
Mungkin masyarakat kita telah terjerat kepada pola hidup yang hanya mengikuti trend saja, sehingga saat Ramadhan tiba mereka ramai-ramai bertaubat, seleb-seleb perempuan menutup auratnya, acara-acara di TV juga sejenak bertopeng dengan kesalehan acara-acara mesum dihilangkan sementara.
Ketika Ramadhan lewat tren itu lenyap bersama ditinggalkannya bulan mulia itu. Inilah trend di dunia, ia akan mengikuti momen-momen tertentu.
Jika kita hubungkan dengan takwa yang menjadi tujuan dari puasa maka ia akan berlawanan 180 derajat. Takwa akan selalu ada di mana saja dan kapan saja, sementara trend berjalan hanya sesaat dan dan di suatu tempat.
Hasil dari puasanya seseorang akan memancar hingga Ramadhan berikutnya kembali tiba, ia laksana buah surgawi yang diberikan kepada orang-orang yang berpuasa.
Lalu adakah cara agar tujuan dari puasa kita tercapai? atau bagaimana agar puasa kita berbuah pahala?
Sama seperti ibadah lainnya puasa pada dasarnya adalah sebuah ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ta'ala, maka keikhlasan adalah syarat mutlak. Selain itu diperlukan pula adanya sifat mutaba'ah (mengikuti) nabi Muhammad di dalam berpuasa.
Apakah mengikuti puasanya Nabi berarti harus berbuka dengan korma, atau makan sahur dengan korma pula? tentu tidak demikian pelaksanaannya.
Ibadah dalam Islam tidaklah bersifat diskrimasi atau bersifat regional (berlaku dalam satu wilayah), ia adalah ibadah universal yang dapat dilakukan siapa saja, dan di mana saja.
Ketika kita berpuasa mengikuti cara Nabi adalah sebuah keharusan, maka hal-hal lain yang bukan merupakan rukun ataupun syarat sah puasa tidaklah menjadi kewajiban untuk mengikutinya.
Secara umum rukun dan syarat dalam berpuasa adalah sebagai berikut :
Pertama, Orang Islam (Muslim), baligh, tidak gila, tidak dalam perjalanan, tidak haidh atau nifas bagi perempuan dan merdeka.
Kedua, masuk bulan Ramadhan dan dilakukan dari mulai terbit fajar hingga tenggelamnya matahari.
Jika rukun dan syarat tersebut terpenuhi maka puasa kita insya Allah sudah sah.
Adapun masalah-masalah seperti berbuka dengan korma, makan sahur, shalat tarawih dan lain sebagainya adalah sunnah-sunnah yang boleh dilakukan dan boleh pula tidak. Artinya jika seseorang tidak melaksanaknnya maka puasanya tetap sah. Ketika puasanya sah berarti tujuan dari puasa tersebut harusnya dapat diraih, yaitu ketakwaan kepada Allah ta'ala.
Ketakwaan sendiri adalah perasaan takut akan adzab Allah dan harapan akan pahalanya, keduanya melebur dalam satu rasa dalam jiwa sehingga akan tercermin dalam tingkah laku kita berupa mengerjaan semua yang diperintahkanNya dan menjauhi segala yang dilarangNya. Itulah takwa, sebagaimana sabda Nabi :
التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
.....takwa itu tempatnya ada di sini (nabi menunjuk ke dadanya tiga kali).....HR. Muslim.
Maksud sabda beliau ini adalah bahwa takwa itu ada di dalam hati yang akan terpancar ke seluruh anggota badan berupa amalan-amalan yang diridhai oleh Allah ta'ala.
Ketakwaan sebagai tujuan dari puasa juga sama, sehingga seseorang yang berpuasa sudah selayaknya mendapatkan jerih payahnya selama sehari penuh menahan lapar dan dahaga, namun teryata hal ini menimpa sebagian kita.
Mari kita lihat sabda Nabi kembali :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum. (HR. Al-Bukhari).
Kenapa dalam berpuasa kita hanya mendapatkan lapar dan haus saja? karena puasa kita hanya sebatas itu saja. Hadits ini menunjukan bahwa intisari dari berpuasa adalah tidak hanya menahan lapar dan haus saja, namun juga menahan segala bentuk perkataan ataupun perbuatan kemungkaran.
Sehingga puasa sendiri lebih bermakna menahan hawa nafsu kita, baik nafsu makan, minum, bersetubuh atau hawa nafsu berbuat kemungkaran. Inilah derajat berpuasa yang tertinggi dalam Islam.
Barangkali puasa seperti ini dimasukan ke dalam puasanya khawash al-khawash (Abu Hamid Al-Ghazali : 450-505 H), walaupun tingkatan ini sebenarnya bukanlah menunjukan jenis-jenis puasa itu sendiri, ia hanya menunjukan bahwa jika seseorang berpuasa secara ikhlash dan mutaba'ah maka seharusnyalah puasanya itu akan menjadi pengekang bagi hawa nafsunya di dunia dan diakhirat puasanya akan menjadi tameng (junnah) dari adzabnya :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصِّيَامُ جُنَّةٌ
Rasulullah bersabda : puasa itu adalah junnah (perisai). HR Bukhary dan Muslim.
Puasa itu adalah perisai atau tameng untuk menahan adzabNya, baik di dunia maupun di akhirat, seseorang yang berpuasa dapat dipastikan fisiknya akan melemah dan diharapkan dengan ini hawa nafsunya akan melemah pula, karena itu seseorang yang belum mampu untuk menikah karena berbagai alasan, maka ia diperintahkan untuk memperbanyak puasa :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda barang siapa di antara kalian yang telah siap Ba’ah (mampu) maka segeralah menikah karena hal itu lebih menundukan pandangan dan lebih baik pada farji barang siapa yang belum mampu maka hendaklah ia berpuasa karena hal itu bisa dijadikan sebagai tameng. HR Bukhary dan Muslim.
Inilah tujuan dari berpuasa, entah itu puasa wajib pada bulan Ramadhan atau puasa sunnah lainnya, keutamaannya begitu banyak, bahkan puasa pada bulan Ramadhan dapat menghapus dosa-dosa di antara keduanya, mari kita perhatikan sabda Nabi berikut :
الصَّلَاةُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ
Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Kalau demikian berarti seharusnyalah puasa akan membentuk pribadi-pribadi yang selalu berpuasa dalam arti menahan segala hal-hal yang mendatangkan kemurkaanNya.
Sehingga setiap hari dan bulan dalam satu tahun itu seharusnya mencerminkan hasil dari puasa kita dalam satu bulan Ramadhan.
Namun lagi-lagi kita adalah manusia yang lemah, seringkali kita lalai dan lupa. Bahkan saat berpuasa sekalipun, berapa banyak orang yang sedang berpuasa ternyata tidak dapat menahan hawa nafsunya, barangkali termasuk kita. Ingin bukti?
Cobalah perhatikan makanan yang menjadi menu pada saat buka puasa, jika ia sama saja dengan hari-hari biasa berarti salah satu indikasi kita mampu untuk menahan hawa nafsu kita, namun jika menu berbuka puasa melebihi dari biasanya, maka berhati-hatilah! jangan-jangan kita sudah terjebak ke dalam pemuasan dan "balas dendam".
Selain "ritual" buka puasa yang harus kita pertanyakan, maka hal penting lainnya adalah ketika berpuasa jangan sampai diisi dengan sesuatu yang sia-sia, apalagi mendatangkan kemurkaan Aallah ta'ala.
Berapa banyak orang-orang yang berpuasa menghabiskan waktunya untuk sesuatu yang sia-sia, nilai kesuksesan puasa adalah mengisinya dengan hal-hal yang positif bukan hanya menghabiskan waktu untuk yang sia-sia.
Mudah-mudahan kita terhindar dari semua itu, dan kita mampu melaksanakan puasa dengan penuh keikhlasan dan sesuai dengan yang diajarkan oleh nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, Dengan itu kita memiliki persediaan perbekalan menuju negeri akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...