Abdurrahman MBP
Kata nafs digunakan alQur’an untuk menyebut manusia sebagai totalitas, baik manusia sebagai makhluk yang hidup di dunia maupun manusia yang hidup di alam akhirat. Surat alMaidah/5:32, misalnya menggunakan nafs untuk menyebut totalitas manusia di dunia, yakni manusia hidup yang bisa dibunuh, tetapi pada surat Yasin/ 36: 54, kata nafs digunakan untuk menyebut manusia di alam akhirat.
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya]. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolaholah
dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. … (Q.s alMaidah: 32)
فَالْيَوْمَ لا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلا تُجْزَوْنَ إِلا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang Telah kamu kerjakan. (Q.s Yasin/ 36:54)
Penggunaan nafs untuk menyebut totalitas manusia juga dapat dijumpai pada surat alBaqarah/2:61 dan 123, Yusuf / 12:54, alDzariyat / 51: 21, dan alNahl/16: 111. Dari penggunaan term nafs untuk menyebut manusia yang hidup di alam dunia maupun di alam akhirat melahirkan pertanyaan tentang pengertian totalitas manusia. Sebagaimana yang sudah menjadi pemahaman umum bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua dimensi, yaitu jiwa dan raga.
Tanpa jiwa dengan fungsi-fungsinya manusia dipandang tidak sempurna, dan tanpa jasa, jiwa tidak dapat menjalankan fungsi-fungsinya. Surat Yasin/ 36: 54 mengisyaratkan adanya paham eskatologi dalam alQur’an, yakni bahwa di samping manusia hidup di alam dunia, ada dunia lain, yakni alam akhirat di mana manusia nanti harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama di dunia. Jadi totalitas manusia menurut alQur’an bukan hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia, tetapi juga sebagai makhluk akhirat, yakni manusia yang juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti di alam akhirat.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana wujud kehidupan nafs di akhirat dibanding dengan kehidupan di alam dunia. Alam dunia bersifat materi, dan keberadaan manusia di alam dunia juga bisa didekati dengan ukuran-ukuran materi dalam hal ini dengan panca indera.
Di sisi lain manusia juga memiliki kehidupan spiritual. Alam akhirat bukan alam materi, oleh karena itu tolak ukur alam akhirat berbeda dengan tolak ukur alam dunia. Bagaimana manusia hidup di dunia sudah diketahui oleh ilmu pengetahuan, sedang bagaimana manusia hidup di alam akhirat hanya bisa didekati dengan keyakinan.
Menurut alQur’an, di alam akhirat nanti, nafs akan dipertemukan dengan badannya. Surat alTakwir/81:7 berbunyi: واذ النفوس زوجت (dan ketika nafsnafs itu dipertemukan (dengan badannya). Kebanyakan tafsir, misalnya tafsir alMaraghi menafsirkan kalimat zuwwiyat dengan arti dipertemukan dengan badannya.[1]
Penafsiran ini menunjukkan pada ayat lain yang mengisyaratkan bahwa di alam akhirat manusia juga memiliki anggota badan. Surat Yasin/ 36: 65, misalnya berbunyi:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (Q.s Yasin/ 36:65)
Demikian juga ayat-ayat yang menggambarkan keadaan sorga mengisyaratkan adanya bentuk-bentuk kehidupan yang menyerupai kehidupan manusia di alam dunia, seperti adanya mata air sebagai sumber minuman dan gelas yang diperuntukkan bagi alabrar seperti yang terdapat dalam surat alInsan/ان الابرار يشربون من كاس) 76:5 ) serta adanya dipan-dipan dan bidadari seperti dijelaskan surat alThur/52 ayat 20 :
مُتَّكِئِينَ عَلَى سُرُرٍ مَصْفُوفَةٍ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ
mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.
Jika nafs di akhirat nanti akan dipertemukan dengan badannya, pertanyaan yang timbul apakah badan yang lama, yang telah hancur menjadi tanah, atau badan baru yang dirancang untuk hidup di alam rohani. Ditinjau dari kekuasaan Tuhan, maka mempertemukan nafs dengan badannya bukanlah masalah, karena seperti dipaparkan surat Yasin/36: 79
قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,
Tuhan berkuasa menghidupkan yang mati sebagaimana berkuasa menghidupkan pada kali pertama. Selanjutnya hal itu kembali kepada keimanan dan keyakinan. Berbeda dengan alMaraghi, Abdullah Yusuf Ali dalam The Meaning of the Glorius Quran mengartikan زوجن dengan dipilih. Jadi menurut Yusuf Ali, pada hari akhirat nanti nafs akan dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: nafs yang termasuk dekat dengan Tuhan ( المقرب ين ) dan dua selebihnya adalah golongan kanan dan golongan kiri اصحاب الشمال[2]
Pendapat Yusuf Ali dalam hal ini sebenarnya merupakan tafsir alQur’an bi alQur’an,yakni bahwa surat alTakwir/81:7 di tafsir dengan surat alWaqiah/56:710, bahwa kelak pada hari kiamat manusia akan dikelompokkan menjadi tiga golongan, .كنتم ازواجا ثلاثة Menurut Fakhr alRazi, yang juga diikuti oleh Mohammad Arkoun,[3] kalimat zuwwiyat pada surat alTakwir /81:7 dimungkinkan untuk banyak penafsiran.
Pendapat-pendapat yang dikutip Imam alRazi, menegaskan prinsip bahwa yang dpertemukan dalam term zuwwijat haruslah di antara dua pihak yang sepadan, maka makna zuwwijat bisa berarti dipertemukan (a) nafs dengan jasadnya, (b) nafsnya orang mukmin dengan bidadari, (c) nafsnya orang kafir dengan setan, (d) nafsnya orang Yahudi dengan Yahudi dan Nasrani dengan Nasrani, (e) nafs dengan amalnya.
Pengertian totalitas manusia juga bermakna bahwa manusia memiliki sisi luar dan sisi dalam. AlQur’an mengisyaratkan bahwa nafs juga merupakan sisi dalam manusia.
[1] Ahmad Mushthafa alMaraghi, Tafsir alMaraghi (Beirut: dar alIhya al Turas alArabiyah, 1985), jilid 10 Juz 30, h. 55
[2] Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of Glorious Qur'an (Beirut: Dar alKutub alLubhani, tth), h. 1694
[3] Muhammad Arkoun, alFikr alIslami, Naqa wa Ijtihad (London: dar alSaqi, 1990), h. 75105). Buku ini sebenarnyamerupakan kumpulan dari artikel dalam bahasa Prancis yang ditulis dalam rangka seminar Internasional bertema Intellectuels et Militans dans le monde islamique yang diselenggarakan oleh Universitas Ness bulan Desember 1988, tapi kemudian diterjemahkan dan dita'liq oleh Hasyim Saleh dengan judul tersebut di atas. Hasyim bekerja keras mengorek pemikiran Arkoun dengan mengajukan 21 topik pertanyaan kepada Arkoun. Hasyim juga secara khusus mewawancarai dan mengulas pemikiran Arkoun pada tiga seminar yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...