Selasa, 15 Maret 2011

Kecerdasan Keislaman


Oleh : Abdurrahman Misno

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَآ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" QS Al-A'raf : 172.

Para ulama ahli tafsir seperti Ibnu Katsir berpendapat bahwa ayat ini berkenaan dengan keadaan manusia ketika mereka masih berada dalam alam arwah. Pada waktu itu mereka diambil persaksiaannya tentang keesaan Allah ta'ala. Semua manusia bersaksi bahwa pencipta dan sesembahan alam raya ini adalah Allah ta'ala. Demikianlah persaksian dan janji suci insani, apakah kita akan lari dari hal ini?  
Janji suci dalam ayat sebelum ini mempunyai korelasi yang kuat dengan firman Allah yang lainnya :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. QS Ruum : 30
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di mengungkapkan bahwa ayat ini mengandung pengertian bahwa manusia telah diciptakan sesuai dengan fitrah nalurinya yaitu Islam. Bahkan setiap anggota badan dari manusia telah diciptakan sesuai dengan naluri atau fitrahnya yaitu menerima segala konsekuensi Islam sebagai syariat Allah.
Kalimat "Fitrah Allah" dalam ayat ini maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar, mereka yang tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan di sekitarnya.

Fitrah manusia telah diciptakan secara sempurna yaitu Islam, fitrah ini memiliki makna bahwa setiap manusia memiliki kekuatan dan kecerdasan. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan untuk  berjalan di atas syariatNya. Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda :
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تُنْتِجُونَ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَجِدُونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ حَتَّى تَكُونُوا أَنْتُمْ تَجْدَعُونَهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ
Tidaklah seseorang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (Islam), kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia seorang Yahudi atau Nasrani. HR Bukhari Muslim.
Hadits ini memberikan faidah kepada kita bahwa manusia pada dasarnya senantiasa di atas agama tauhid hingga lingkungannya merubah dan menyesatkannya dari jalan yang lurus ini. Kecerdasan fitrah ini adalah bekal dan modal dasar yang ada pada setiap manusia baik ia muslim atau kafir.  
Membahas tentang fitrah dan kecerdasan manusia, maka kita akan dihadapkan pada teori-teori barat yang berkaitan dengan kecerdasan manusia. Pertanyaan yang muncul adalah apakah kecerdasan hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat materi? Atau ada sebuah kecerdasan yang bersifat holistik dan universal?

Sejak ditemukannya teori tentang intelektual Question (IQ) hampir seluruh penjuru dunia dihadapkan pada sebuah teori bahwa kecerdasan seseorang hanya didasarkan pada kemampuan intelektualnya. Standar kepintaran dan kecerdasan dibatasi hanya pada angka dan hitungan eksakta. Setelah dianut cukup lama teori ini dipatahkan dengan munculnya teori Emotional Question (EQ) yang dikemukakan oleh Goalman, teori ini menganggap bahwa kecerdasan manusia tidak hanya didasarkan pada IQ saja, unsur Emotional memiliki pengaruh besar bagi kesuskesan manusia. Namun, lagi-lagi teori ini juga dibantah dengan teori baru tentang kecerdasan manusia yang didasarkan kepada religiusitas yang disebut Spiritual Question (SQ). Bahkan fenomena penggabungan antara Emotional Question & Spiritual Question telah lama berkembang di negeri ini.
Dari seluruh teori yang ada tersebut kita bisa tarik benang hijau (merah), bahwa ketiga teori kecerdasan tersebut didasarkan pada berbagai hasil research (penelitian) yang kalau kita lebih kritis berfikir sangat kental dengan nuansa materialisme. Lalu apa permasalahannya?

Teori-teori yang ada hanya didasarkan kepada riset tanpa diimbangi dengan pedoman hidup yang telah diturunkan kepada setiap manusia. Allah ta'ala berfirman :

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). QS Al-Baqarah : 185
Al-Qur'an adalah petunjuk bagi umat manusia, baik itu muslim ataupun non muslim. Di dalamnya terdapat petunjuk dan pembimbing bagi manusia agar mereka dapat hidup di dunia dengan bahagia dan di akhirat penuh sejahtera.
Hal inilah yang mengakibatkan teori-teori tersebut mengarah kepada paham Qadariyah, yaitu sebuah paham yang menganggap bahwa manusia diberi kebebasan oleh Allah ta'ala untuk berbuat sekehendaknya. Hal ini berimplikasi kepada sikap dan keyakinan bahwa segala bentuk kecerdasan yang ada adalah hasil dari usaha manusia atau dengan kata lain kecerdasan yang dimiliki adalah suatu naluri manusia yang tidak ada kaitannya dengan kehendak Allah ta'ala. Bila hal ini terjadi maka kita benar-benar telah menyimpang dari jalanNya. Mari kita cerna salah satu dari firmanNya :
وَمَاتَشَآءُونَ إِلآَّ أَن يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
…..dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. QS At-Takwir : 29.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa kehendak manusia dalam beramal tidak dapat lepas dari kekuatan dan kekuasaan Allah ta'ala. Karena itu tidak pantas seorang manusia merasa dirinya pintar tanpa campur tangan Tuhan. Selain hal tersebut, ternyata kita juga akan terjatuh kepada sikap seperti sikap dari Qarun, perhatikanlah apa yang telah diucapkan Qarun :
قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرَ جَمْعًا وَلاَيُسْئَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. QS Al-Qhashas : 78.
Qarun telah diadzab karena begitu sombong dengan kepandaiannya dalam mencari harta, ia tidak sadar bahwa semua itu adalah datang dari Allah ta'ala. Tidak ada yang pantas untuk disombongkan oleh kita sebagai manusia. Karena itu kecerdasan yang kita miliki adalah anugerah dariNya, bukan hanya karena kesungguhan dan kepintaran kita saja. Bahkan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam diperintahkan untuk berdoa agar ditambahkan ilmu pengetahuan baginya :
فَتَعَالَى اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلاَتَعْجَلْ بِالْقُرْءَانِ مِن قَبْلِ أَن يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan". QS Thaha : 114 
Kalau nabi saja diperintahkan untuk berdoa agar ditambahkan ilmu pengetahuan, bagaimana dengan kita yang lemah dan penuh dengan dosa ini? Tentu kita akan sangat butuh kepada anugerah ilmu dan kecerdasan kepada kita.
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa kecerdasan yang hakiki adalah manakala seseorang mengetahui tabiat, naluri dan fitrahnya sebagai manusia. Lihatlah firman Allah ta'ala :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. QS Ruum : 30
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa manusia diciptakan oleh Allah ta'ala dengan diberikan naluri dan tabiat fitrah yaitu Islam. Hal ini berarti keislaman seseorang telah ada sejak manusia itu ada. Karena itu Allah ta'ala menjelaskan hal ini kembali dalam kitabNya :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَآ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" QS Al-A'raf : 172.
Persaksian yang memang banyak diingkari oleh manusia. Bahkan kita sendiri kadang masih ragu dengan persaksian ini. Di antara faidah yang dapat diambil dari ayat ini adalah bahwa manusia secara naluri adalah Islam, hal ini diperkuat dengan salah satu hadits Nabi Muhammad :
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تُنْتِجُونَ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَجِدُونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ حَتَّى تَكُونُوا أَنْتُمْ تَجْدَعُونَهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ
Tidaklah seseorang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (Islam), kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia seorang Yahudi atau Nasrani. HR Bukhari Muslim.
Dalam riwayat yang lain disebutkan :  
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْمِلَّةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُشَرِّكَانِهِ
Setiap anak yang dilahirkan berada pada Millah (Islam), kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Musyrik. HR Thirmidzi.
Ternyata kecerdasan yang paling fundamental adalah kecerdasan mengenai naluri dari manusia yaitu Islam yang kini telah dianaktirikan. Bagaimana tidak, ketika teori-teori yang syarat paham materialisme dikumandangkan justru fiman Allah yang telah jelas tentang keislaman manusia di sisihkan. Setiap manusia baik muslim maupun non-muslim memiliki kecerdasan untuk mengenal Allah ta'ala, mentauhidkannya dan beribadah kepadanya. Kecerdasan inilah yang harus disuburkan kembali dalam kehidupan kita.
Ketika kecerdasan keislaman seseorang tinggi maka peribadahan kepada Rabbnya akan semakin optimal. Inilah yang diharapkan dari kehidupan kita dan sesuai dengan naluri kemanusiaan kita.  

Setelah kita mengetahui bahwa kecerdasan yang selaras dengan fitrah manusia adalah Kecerdasan Islam, maka menjadi tugas bersama untuk mengembangkan dan selalu meningkatkan kecerdasan ini. Ada beberapa cara agar kecerdasan ini semakin meningkat, diantaranya adalah :
1. Ber-tafaquh fi dien ­(mempelajari agama secara komprehensif). Hal ini seperti disebutkan dalam firmanNya :
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. QS At-Taubah : 122.
Seseorang yang ingin pintar tidak mungkin tanpa belajar, nol besar kalau ada orang yang memiliki kecerdasan tanpa proses belajar. Akan tetapi belajar adalah wasilah untuk pintar, sedangkan yang menetapkan kepintaran dan kecerdasan adalah Allah ta'ala Sang Pemilik Alam.  
2. Beramal dengan amal yang ikhlas karena Allah ta'ala bukan karena yang lainnya :
وَمَآ أُمِرُوْ~ا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوْا الصَّلَوةَ وَيُؤْتُوْا االزَّكَوةَ وَذَلِكَ دِيْنُالْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. QS Al-Bayyinah : 5
Keikhlasan dalam beramal ibadah berimplikasi kepada ditambahkannya karunia Allah ta'ala, dari sini akan melatih jiwa kita sekaligus mengarahkan naluri kita selalu istiqamah di jalanNya.   
3. Menghiasi diri dengan sunnah Nabi
Allah ta'ala berfirman :
وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. QS Al-Hasyr : 7
Dengan mengikuti petunjuk Nabi berarti kita telah mengarahkan fitrah kita kepada apa yang telah Allah ciptakan kepada kita. Kalaupun kita belum mampu untuk mengikuti segala bentuk sunnah Nabi maka janganlah kita mencela atau menganggap remeh sunnah-sunnah tersebut.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...