Minggu, 13 Maret 2011

Anugerah di Balik Musibah


Oleh : Abdurrahman MBP


Puja dan puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kepada Sang pemilik Alam, Pengatur perputarannya, kepadaNya seluruh jagad raya bertasbih. Dialah yang telah menjadikan segala sesuatu itu baik bagi makhlukNya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam, suri tauladan utama baik dalam keadaan suka maupun duka. Semoga keselamatan senantiasa tercurah kepadanya, ahli baitnya dan orang-orang yang mengikuti jejak langkahnya hingga berakhirnya dunia.
Perputaran masa telah membawa pada beragam nuansa dan cita rasa dunia, ada suka menghampiri kita, seringkali duka bersemayam di jiwa. Semuanya adalah bala’ bagi umat manusia. Allah ta’ala berfirman :
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. QS Al-Mulk : 2.
Adanya siang dan malam, kehidupan dan kematian, suka maupun duka adalah anugerah untuk menentukan siapa di antara kita yang paling baik amalnya dan siapa yang paling mulia di sisi Allah ta’ala :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kalian. QS Al-Hujurat : 13.
Kemuliaan manusia akan membawa kepada kebahagiaan tiada tara di akhirat sana. Takwa adalah bekal menuju keharibaanNya, bahkan ia menjadi sebaik-baik bekal bagi perjalanan untuk mengharap berjumpa denganNya.
Kemudian, bagaimana jalan takwa? Apakah dengan menjauhi larangannya dan melaksanakan perintahNya? Ya…. Itu adalah  jalan utamanya. Selain itu ada jalan yang jarang sekali manusia melewatinya. Ia adalah jalan “percaya” terhadap qadha dan qadarNya.
Berbagai musibah yang menimpa Indonesia akhir-akhir ini telah menjadi perbincangan di berbagai tempat, apakah ini cobaan, ujian ataukah adzab? Bagaimana sikap seorang muslim terhadap hal ini?
Musibah adalah salah satu dari karunia Allah ta’ala, ia menjadi salah satu sarana untuk mengangkat derajat umat manusia, Allah ta’ala berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. QS Al-Baqarah : 155.
Rasa ketakuatan, kemiskinan dan berbagai musibah lainnya adalah satu di antara karunia yang diberikan kepada manusia. Maka ketika musibah melanda setiap muslim diperintahkan untuk mengucapkan kalimat takwa, sebagaimana firmanNya :
الَّذِينَ إِذَآ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
….(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”. QS Al-Baqarah : 156.
Inilah sikap seorang muslim, ia akan senantiasa bersyukur dan menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah ta’ala. Berbeda dengan orang-orang yang ingkar, mereka cenderung mengeluh dan mengumpat jika suatu bencana melanda:
وَإِذَآ أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ
Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa. QS Rum : 36
Padahal musibah yang melanda adalah salah satu sarana untuk meningkatkan derajat manusia, dengan adanya musibah maka Allah ta’ala akan menghapuskan dosa-dosanya.
Kalau demikian kenapa kita harus khawatir dengan musibah dan bencana yang melanda kita, padahal Allah ta’ala berfirman :
مَآأَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS Ath-Thaghabun : 11
Setiap bencana yang melanda adalah telah menjadi takdirNya, bukan hanya karena ulah manusia. Di sinilah fugsi “percaya” dengan qadha dan qadarNya.
Sering kali kita mendengar bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi ini adalah karena ulah tangan-tangan manusia. Ucapan ini betul sebagaimana firmanNya :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar), QS Ar-Rum : 41.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa adanya kerusakan di darat dan di lautan adalah agar manusia kembali kepada Allah ta’ala. Ini berarti setiap musibah yang menimpa manusia bertujuan agar mereka kembali ke jalan Allah ta’ala. Kalau demikian, dengan adanya musibah berarti Allah ta’ala sayang kepada para hambaNya. Dalam ayat yang lainya disebutkan : 
وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). QS Asy-Syuraa : 30
Namun ayat ini tidak hanya berhenti sampai di sini, kelanjutan ayat berikutnya adalah kalimat “وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ  dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Inilah salah satu dari rahmat Allah ta’ala. Ketika berbagai bencana menimpa kita, itu adalah karena tindakan dari manusia yang merusak alam itu. Namun hal ini tidak berlaku secara merata. Adanya gunung yang meletus, gempa bumi, tsunami dan bencana alam lainnya adalah murni sebagai musibah, tidak ada campur tangan manusia padanya.
Dari sinilah kita menempatkan musibah sebagai anugerah, anugerah yang akan mengantarkan kita kepada derajat yang lebih tinggi. Dan inilah ciri dari umat muslim : Rasulullah bersabda :
عَجَبٌ لِلْمُؤْمِنِ ، إِنْ أصَابَهُ خَيْرٌ حَمِدَ اللَّهَ وَشَكَرَ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ مُصِيبَةٌ حَمِدَ اللَّهَ وَصَبَرَ ، فَالْمُؤْمِنُ يُؤْجَرُ فِي كُلِّ أَمْرِهِ حَتَّى يُؤْجَرَ فِي اللُّقْمَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِهِ
“Sangat menakjubkan perkara seorang muslim, karena semuanya merupakan kebaikan (kebahagiaan) apa bila dia mendapat nikmat dia bersyukur dan itu terbaik baginya dan jika ditimpa musibah dia bersabar dan itu yang terbaik baginya, dan tidaklah perkara ini berkumpul kecuali pada diri seorang muslim“ HR. Al-Baghawi.
Jika kita berfikir musibah adalah bencana, maka perlu kembali dikaji ulang apa sebenarnya yang disebut musibah. Musibah adalah sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa kepada manusia, ini jika dilihat dari kaca mata manusia. Bagaiamana jika sudut pandang yang digunakan adalah firman dan kalamNya? Sebagai perbandingan simaklah firmanNya :
وَبَلَوْنَاهُم بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). QS Al-‘Araf : 168
Dalam ayat yang lainnya disebutkan tentang perbandingan cara pandang yang berbeda, yaitu firmanNya :
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. QS Al-Baqarah : 216
Kalau demikian maka pola pikir ahsan dan aslam adalah dengan meyakini bahwa setiap yang menimpa kita adalah kebaikan buat kita. Bahkan dengan musibah kita akan semakin dekat kepadaNya, lihatlah orang-orang ingkar yang ketika mereka ditimpa musibah mereka akan mendekat kepada Allah ta’ala :  
فَإِذَا مَسَّ اْلإِنسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَيَعْلَمُونَ
Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku." Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. QS Az-Zumar : 49.
Jika ada yang bertanya “Bagaimana mungkin musibah semisal kematian itu disebut sebagai karunia?” Akhi Fillah (saudara tercinta), bahkan hingga kematian adalah sebuah anugerah dan sesuatu yang harus kita imani. Marilah kita perhatikan firman Allah ta’ala :
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ كِتَابًا مُؤَجَّلاً
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. QS Ali Imran : 145
Kematian adalah sesuatu yang telah tertulis, ia akan datang dan pasti adanya :
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. QS Qaf : 19.
Kematian adalah sebuah kepastian, musibah juga adalah anugerah semua itu hanya menguji sejauh mana keimanan kita. Iman itu akan bertambah dengan adanya ketaatan dan di anatra bentuk ketaatan itu adalah menerima dengan semua yang menimpa kita baik itu sesuatu yang menyenangkan kita ataupun yang menyusahkan kita. Rasulullah senantiasa bertahmid ketika sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa beliau : ((الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ))
Dari sini dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang menimpa kita adalah takdirNya, di mana setiap takdir yang Allah ciptakan bagi hambaNya adalah sebuah kebaikan. Bisa jadi kita akan menganggap suatu musibah adalah bencana padahal itu adalah scenario ta’ala dalam meningkatkan derajat seorang hamba. Bisa juga ia menjadi penghapus dosa-dosa manusia agar kembali kepadaNya dalam keadaan mulia. Musibah juga menjadi fitnah sekaligus barometer keimanan kita, apakah kita agar legawa ketika musibah melanda? Atau berkeluh kesah dalam nestapa? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...