Kamis, 17 Maret 2011

Dosennya yang kepinteran atau Mahasiswanya yang lemot...?


Oleh Wanty Handayani Sutrisno

Pagi ini sebelum muroja’ah pelajaran bersama teman-teman alumni L-SIA Cibinong, saya sempatkan menulis artikel ini. Ada diskusi antara teman saya dan saya tentang metode pengajaran para dosen dan ustadz di masing-masing tempat kami belajar. Kebetulan teman saya ini sedang mengikuti takhassus, ustadz-ustadznya banyak  lulusan Timur Tengah. Teman saya ini termasuk cerdas karena selalu mendapat  predikat “mumtazah” dimanapun beliau menuntut ilmu. Alhamdulillah saya sendiri dan teman-teman lainnya banyak dibimbing beliau dalam memahami ilmu syari’i.


Siang itu beliau bertandang ke rumah, kami biasa terlibat dengan diskusi. Ketika kami menyingggung metode pengajaran Ustadz di ma’had kami masing-masing,  semakin seru saja manakala kami mengingat masa-masa kejahilan dulu, saat kami masih sama-sama berada di dalam satu halaqah. Saya mengungkapkan pendapat seorang ustadz yang lulusan Timur Tengah.  Saat membaca silabus mata kuliah, ustadz berkomentar “harusnya yang seperti ini tidak perlu lagi dibahas, ini kan sudah biasa, ana kadang bingung dengan kopertis”. Mendengar komentar ustadz tentang silabus tadi, reflek saya membalas dengan komentar “Tuh kan benar Ustadz, antum standarnya standar thulaab di Timur Tengah…Saya mungkin termasuk mahasiswi yang aktif di kelas. Tapi saya tidak malu andai ditertawakan teman-teman di kelas…Prinsip saya dari pada diam tapi tidak faham, mending saya ditertawakan tapi saya faham.

Kenapa saya berkomentar “Standar Thulaab Timur Tengah”. Kebetulan mata kuliah Ustadz tersebut thulaab banyak yang mendapat nilai kurang. Beliau bertanya “apakah soal dari ana terlalu sulit”, hampir semua mahasiswa di kelas serempak menjawab “ya”. Saya berkomentar “Jika nilai mahasiswa jelek, berarti ada dua kemungkinan ustadz. Pertama bisa jadi mahasiswa yang lemot. Kedua bisa jadi metode dosennya yang salah. Atau mungkin standar antum  Timur Tengah”. Gerrrrrrrrrrrr…..kelas seketika riuh dengan gelak  mahasiswa, eh…dosennya ikut tertawa juga.

Dari cerita saya, teman saya ini  berkomentar “Terkadang ustadz memang tidak melihat siapa yang diajarin. Ngomong Bahasa Arab cas cis cus layaknya air krucuk-krucuk. Sampai-sampai muridnya terbengong-bengong. Bengong karena emang ngga tau apa yang diomongin ustadz. Nulis huruf Arab saking bagusnya, sampai-sampai muridnya ngga ngerti apa yang ditulis sama ustadz. Mau tanya malu, ngga Tanya ngga tau mau nulis apaan. Walhasil…bodo teuing ah..”

Ya ya betul tuh, itu juga sering dialami teman-teman di kelas, termasuk saya. Kadang ustadz menganggap  kita sudah mahir semua. Padahal back ground kita kan beda-beda, kalau yang sudah punya basic aliyah sih mungkin tidak terlalu jadi masalah. Lah kalau yang dari umum and baru belajar ilmu syar’I gimana. Termasuk saya, back ground saya sendiri adalah “pariwisata”, pelajaran yang di dapat di sekolah lebih  banyak “bahasa asing dan yang berhubungan dengan tour and travel and bule-bule gitu deh. Eh..padahal bahasa Arab  juga bahasa Asing ya…tapi kan bahasa al-Qur’an..Gimana tuh?
Mungkin pembaca ada yang punya pengalaman yang sama denga penulis. Sharing yuk… Ditunggu ya…………..

Have a nice day….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...