Sabtu, 12 Maret 2011

Bukan Pengobatan Alternatif


Oleh : Abu Aisyah


ياأيها الناس قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين(57)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Yunus 57
وننزل من القرءان ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين ولا يزيد الظالمين إلا خسارا(82)
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. Al-Isro’ 82
“Orang Miskin Dilarang Sakit“ sebuah judul buku yang membuat saya tersenyum sendiri, buku itu saya dapati sewaktu mengunjungi sebuah toko buku di kota Bogor, cukup menggelitik, sebuah pesan yang tersirat bahwa berobat itu sangat mahal dan tidak akan terjangkau oleh kaum miskin.
Sakit adalah bagian dari qadarullah yang tidak bisa untuk ditolak, dia tidak memandang kaya atau miskin, tua atau muda, gagah atau jelek semua pernah mengalami apa yang namanya sakit.
Sebagai seorang Muslim sebenarnya bagaimana kita mensikapi yang namanya sakit? dan bagaimana pula dengan hukum berobat dalam Islam?
Gaya hidup masyarakat kita yang serba instant ternyata membawa pada sebuah sikap ingin serba cepat, termasuk ketika mereka menghadapi sakit. Sebuah fenomena yang biasa ketika  seseorang sakit kepala tentu yang pertama kali dicari adalah obat sakit kepala, atau mungkin ketika di antara anak kita sakit panas tentu kepanikan segera menyergap dan jalan keluarnya adalah memberikan obat turun panas.
Tahukah anda bahwa obat-obatan kimiawi yang ada di sekitar kita pada hakikatnya adalah bakteri yang dimasukkan ke dalam tubuh?
Allah ta’ala telah memberikan kepada tubuh kita zat ANTI SAKIT  yang disebut ENDORLIN, maka ketika tubuh kita telah terbiasa dengan zat anti sakit yang berasal dari luar maka zat alami endorlin tersebut tidak akan lagi memproduksi zat anti sakit sehingga yang mendominasi anti sakit pada tubuh kita adalah zat-zat asing yang berasal dari luar tubuh. Hal ini akan bertambah parah ketika zat tersebut tidak mampu lagi menahan rasa sakit, akibat fatalnya adalah ketergantungan obat.
Pada dasarnya Hukm At-Tadawy (berobat) dalam Islam adalah mubah sebagai mana sabda Nabi :
يا عباد الله تدواو
“Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian…..“ HR
Namun ketika pengobatan itu hanya bersifat spekulasi maka hal ini perlu kita tinjau ulang kembali. Semua dokter sepakat bahwa diagnosa yang dilakukannya hanya bersifat praduga dan tidak seratus persen benar, demikian juga ketika dokter memberikan obat-obatan kimiawi, tentu hal itu hanya persangkaan saja darinya.
Padahal kita tahu bahwa dokter adalah manusia biasa yang tidak bisa terlepas dari kesalahan. Berita terakhir tentang mala praktek adalah salah satu bukti bahwa pengobatan dari seorang dokter bisa jadi salah yang terkadang berakhir dengan kematian.
Lalu, bagaimana sebenarnya seorang Muslim harus bersikap dengan sakit dan pengobatannya? Anda tentu akan mengatakan bahwa Rasulullah adalah sebaik-baik contoh bagi manusia :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. QS Al-Ahzab : 21.
Semua yang datang dan diucapkan oleh beliau adalah wahyu :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى(3)إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى(4)
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). QS An-Najm : 4.
Bukankah beliau telah memberikan contoh terbaik bagaimana cara menyembuhkan suatu penyakit? beliau pernah mengalami sakit kepala (HR Abu Nua’im), kemudian beliau juga pernah sakit panas dan juga sakit yang lainnya.
Beliau memberikan begitu lengkap tuntunan bagaimana seseorang itu bersikap terhadap sakit dan tata cara pengobatannya. Mungkin sebagian anda akan mengatakan bahwa penyakit yang ada saat ini tidak sama dengan penyakit yang ada pada zaman Nabi. Sehingga kalau kita kembali dengan cara berobat seperti Nabi berarti kita telah mundur beberapa abad. Saya katakan bahwa sebagai seorang muslim kita harus membuang jauh-jauh pikiran ini karena tidak mungkin Allah dan Rasul-Nya akan menyesatkan manusia. Dan tentu ketika kebenaran relative dari diagnosa dokter kita bandingkan dengan kebenaran mutlak dari wahyu tidak mungkin bisa bersaing dalam arti bahwa kebenaran wahyu tidak ada yang bisa membantahnya. 
Karena itu merujuk kepada hukum berobat di atas maka yang sangat diutamakan adalah berobat dengan cara Nabi berobat atau biasa dikenal thib An-Nabawi.
Pengobatan cara Nabi adalah sebuah ramuan kombinasi antara keimanan kepada qadar dengan khasiat dari bahan-bahan alamiah. Ketika pengobatan dengan obat-obat hanya bersifat dzan (spekulasi) semata, maka pengobatan cara Nabi dituntun oleh wahyu Ilahi yang kebenarannya pasti jika Dia menghendaki.
Bersamaan dengan menjamurnya tempat-tempat pengobatan alternatife, kenapa kita sebagai seorang muslim tidak kembali untuk menggunakan cara pengobatan Nabi, dan ini bukanlah sebuah alternatife tapi pengobatan yang utama. Hal ini tentu sebagai sebuah konsekwensi iman kepada Nabi yaitu membenarkan semua yang datang darinya.
Ada beberapa macam pengobatan yang telah dicontohkan oleh Nabi seperti berbekam, ruqyah, pengobatan dengan madu dan bahan-bahan alamiyah yang didasarkan kepada wahyu. Semua bentuk pengobatan tersebut seharusnyalah menjadi pengobatan utama bagi kita bukan lagi pengobatan alternatif.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...