Selasa, 01 Maret 2011

Mengertilah Abi....


Oleh Ummu Afif

Membahas topik tentang “poligami” memang ngga pernah ada habisnya alias ngga ada akhirnya. Dimanapun dan kapanpun topik ini selalu menarik. Terlepas dari pro dan kontra masalah poligami, di sini saya hanya ingin memaparkan isi hati seorang ummahat yang rela berbagi suami dengan akhwat lain.

Sebagai muslimah yang telah belajar dan mengerti tentang hukum poligami, menolak poligami sama artinya menolak apa yang telah disyari’atkan oleh Alloh dan Rasul-Nya. Namun ada banyak cerita di balik poligami. Ada yang bahagia, ada yang berakhir derita, ada pula yang pasrah dengan keadaan dan hanya mengharap balasan pahala dari Alloh subhanallohu wa ta’ala.

Sejak berkenalan dengan seorang akhwat yang bernama “Rima”, Hasan semakin merasa yakin kalau dia mampu melaksanakan poligami. Berbekal keyakinan itu Hasan pun mengabarkan niat berpoligaminya kepada “Fitri” istrinya. Saat itu istrinya sedang hamil 7 bulan, anak kedua buah cinta mereka. Wanita tetaplah wanita yang lembut perasaannya, yang selalu mengedepankan perasaan ketimbang akalnya. Kaget pastinya saat mendengar niat Hasan. Alasan Fitri saat itu memang masuk akal ketika dia meminta Hasan untuk menunda perkawinan keduanya, karena dirinya sedang hamil tua, mereka pun masih kontraktor alias masih mengontrak rumah, anak pertama mereka “Hamid” sebentar lagi akan masuk Sekolah Dasar. Namun apalah daya seorang wanita ketika mengutarakan alasan itu, Hasan yang seorang ustadz menyodorkan dalil-dalil tentang “poligami”. Fitri hanya menunduk pasrah pada taqdir Alloh, air mata pun mengalir deras di pipinya sambil berkata “tafadhal ya abi…jika itu yang terbaik..”

Perkawinan Hasan dengan Rima pun berjalan lancar. Pesta sederhana mereka gelar. Hampir satu minggu Hasan tidak berkunjung ke istri pertamanya, karena sedang menikmati indahnya masa pengantin baru (baru apa lama ya..kan udah yang kedua..?), kemanapun selalu berdua, layaknya dunia ini milik berdua. Walaupun tempat Hasan mengajar santrinya melewati rumah istri pertamanya, Hasan masih sibuk dengan istri barunya. Di rumah istri pertamanya tiba-tiba Hamid, sang anak mengadu pada ibunya…”Umi…Umi...tadi Hamid lihat Abi boncengan sama Ammah. Abi ko’ nggak pulang sih mi..?” Fitri hanya tertegun, bingung apa yang harus dia jawab. Bagaimana dia menerangkannya pada buah hatinya. Lagi-lagi hanya airmata yang mengalir deras di pipinya.

Dua bulan berlalu, Hasan mulai belajar seadil mungkin membagi malam untuk kedua istrinya. Tapi namanya juga istri baru, muda pula, perasaan Hasan sedikit lebih condong dengan istri barunya. Bulan ketiga perkawinan keduanya mulailah dirasakan Hasan ada yang memberatkan. Dari sifat istrinya keduanya yang agak kekanak-kanakan, manja, cemburuan, apa lagi saat Hasan harus membagi waktunya dengan istri pertamanya. Riak-riak kecil mulai ada dalam rumah tangga barunya. Perasaan menyesalpun kadang menyergap. Namun nasib sudah menjadi bubur. Resiko apapun harus dia terima. Dia ingat saat dia menikah dengan istri keduanya karena dia terfitnah. Dari hanya chatting lewat FB, kemudian bertukar nomer HP. Pesan-pesan Islami bernada da’wah sering dia kirim ke Rima…”tetap istiqomah ya ukhti...” Dari sms berlanjut saling telepon, candaan lembut sedikit menggelitik terkadang terselip di sana, sampai akhirnya niat berpoligamipun terbesit dalam hati. Kini penyesalan itu tinggalah penyesalan. Beruntung dia memiliki istri seperti Fitri yang sabar dan sholihah. Dan semoga semua ini ada ibrah yang dapat diambil, dia yakin semua taqdir Alloh pastilah baik adanya.

Tengah hari di Cibinong
Selasa, 1 maret 2011   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...