Oleh: Aisyah As-Salafiyah
Kenapa kita melakukan sebuah
aktivitas?
Kapan kita rela meluangkan waktu
kita untuk sesuatu?
Mengapa kita menyusun target hidup?
Apa yang ingin kita capai dalam
hidup?
Kalau mengikuti kebanyakan manusia
(yang mana amat sangat memungkinkan untuk salah dan terus berubah seiring
berkembangnya zaman), alurnya yaitu sesederhana; lahir, tumbuh, bermain,
belajar, kuliah, bekerja, menikah, menjadi orangtua, pensiun, wafat.. lupakan
dulu soal sekolah bagus atau tidak, perusahaan bonafit atau tidak, tempat
tinggal dan kendaraan mewah atau sederhana.. itu hanya soal pilihan dan
kemampuan..
Tapi, setelah tercapai semua itu..
lalu apa?
Aktualisasi diri? Melakukan yang
kita suka? Menjadi diri sendiri? Rekognisi dari orang lain?
Masya Allah, bagaimana jika
ternyata.. kita wafat sebelum mencapai apa yang kita inginkan tersebut?
Katanya, agar meninggal tanpa penyesalan karena minimal sedang dalam proses
usahanya.. tapi kalau tidak melibatkan Allah, bagaimana nanti saat dihisab,
untuk apa usiamu dihabiskan?
Memikirkan dunia terlalu banyak
akan membuat frustasi, itu fakta. Uang bukan solusi, bahkan seringkali uang
justru jadi sumber masalah.
Karenanya, mari kita, sebagai
seorang Muslim, melihat kembali peta panjang kehidupan kita.. merefleksikan
lagi siapa yang menciptakan kita, untuk tujuan apa, dan bagaimana akhirnya..
Jadikanlah setiap aktivitas kita
ibadah, bukan hanya aktualisasi diri.. harus setingkat lebih tinggi, tujuan nya
bukan hanya pencapaian dunia, tapi juga pencapaian akhirat.. karena Allah
melihat proses, adapun hasilnya, Allah yang menentukan..
Jangan lagi bergantung pada apa
yang kita suka atau kita inginkan, tapi dasarkan rasa suka atau ingin itu pada
apa yang Allah suka atau ingin.. karena kita tidak akan mampu mencapai nya
tanpa pertolongan Allah. Bahkan bernafas atau melihat atau mendengar saja, kita
tidak akan mampu tanpa izin Allah. Laa Haula wa laa quwwata Illa Billah..
Jangan juga berusaha menjadi diri
sendiri, karena sekali lagi, bergantung pada diri sendiri bisa salah atau
kalah.. kita manusia yang punya hawa nafsu dan selalu diberikan was-was oleh
syaitan, dan keduanya mengajak kepada keburukan.. jadilah kita sebagaimana yang
Allah Ridha, dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam contohkan.. karena
petunjuk Nya tidak akan pernah salah.. dan kitapun tenang karena telah
berpedoman pada Dzat yang abadi.. Ingat di surat Al-Ikhlas, Allahusshamad..
Allah adalah satu-satunya tempat bergantung.
Terakhir, rekognisi dari oranglain.
Tahukah kita bahwa hati orang bisa berubah-ubah seketika tergantung oleh banyak
hal? Bisa jadi hari ini dia menyukai kita dan besok membenci kita.. hanya
karena mood nya terpengaruh oleh kondisi internal maupun eksternal nya, padahal
bisa jadi kita tidak berubah sama sekali.. karenanya, kita yang perlu
menentukan apa yang harus diterima dan ditolak, mana yang harus didengarkan, mana
yang tidak.. tentunya dengan pertimbangan aturan Allah juga.. misalnya, ucapan
orangtua, tentu saja harus selalu diperhatikan dan ditaati selama bukan dalam
hal keburukan atau maksiat..
Perbedaan sudut pandang terhadap
aktualisasi diri atau ibadah ini, akan berpengaruh pada bagaimana kita
bertindak, bagaimana kita berusaha, bagaimana kita bercita-cita.. dan ini
adalah satu topik yang saat ini sedang kuhadapi. Menjadi seorang mahasiswa
Pascasarjana dan juga seorang isteri.. banyak yang mengatakan bahwa sayang
sekali ijazahnya jika tidak digunakan untuk berkarir, padahal banyak kesempatan
yang terbuka.. terus untuk apa mengambil S2 kalau akhirnya hanya jadi ibu?
Hey, tunggu. Sebelum aku menjawab
semua itu, rasa-rasanya aku yang perlu bertanya dahulu, jadi selama ini
belajar, sekolah dan kuliah kita tujuannya hanya untuk bekerja saja?
Mengumpulkan uang yang bahkan nominal dari rezeki kita setiap harinya sudah
Allah tentukan?
Betul, bekerja juga bisa menjadi
ibadah.. mengamalkan ilmu yang kita miliki, mendapatkan hasil yang bisa kita
gunakan untuk membahagiakan orang-orang yang kita sayangi.. tapi jangan lupa,
sekali lagi, panjangkan niat tersebut sampai kepada Allah. Ikhlas betul-betul
mengerjakannya sebagai ibadah, atau mungkin kewajiban jika memang kondisinya
mengharuskan (misalnya anak perempuan yang mengurus orangtua yang sudah renta
dan adik-adik yang masih kecil, tidak ada yang bisa membantu mencari nafkah)..
karena dengan hati yang ikhlas, kita akan menyadari bahwa tugas kita, kewajiban
kita, ibadah kita adalah berusaha sebaik-baiknya.. sedangkan hasilnya, kita
serahkan kepada Allah, karena Allah tau mana yang terbaik untuk kita. Jadi,
tidaklah kita besar kepala jika hasilnya banyak, pun tidak berkecil hati jika
hasilnya sedikit.. karena yang dilihat dari kita, yaitu besar kecilnya usaha
kita, bukan besar kecilnya hasil..
Di antara hal yang seringkali kita
lupakan, bahwa kita memiliki tugas peradaban, menjadi Khalifah di bumi,
memakmurkan bumi, dengan perannya masing-masing.. kadang kita belum tau apa peran
yang Allah titipkan pada kita, hal yang bermanfaat bagi diri kita dunia akhirat
maupun bagi ummat, namun.. Allah akan mengarahkan kita, karena itu kita perlu
selalu meminta petunjuk-Nya.. Allah akan menempatkan kita di tempat, bersama
orang-orang, di suatu waktu yang kadang tidak kita sangka-sangka, tapi itulah
saat bagi kita untuk belajar menerima dan menjalani sebaik-baiknya.. baik itu
dimana kita sekolah, dimana kita kuliah, jurusan yang kita tekuni, perusahaan
tempat kita bekerja, orangtua dengan karakter nya masing-masing, lingkungan
sekitar kita, pasangan kita, anak-anak kita, rumah kita, kendaraan kita,
jabatan yang kita duduki, dan semuanya.. sama seperti nabi Musa yang memiliki
kelebihan dalam kekuatan fisik, namun Allah perintahkan ia untuk berdakwah pada
Firaun dengan kalimat yang lembut, yah.. boleh jadi itu bukan passion atau
bidangnya, tapi beliau tetap berusaha melaksanakan nya, dan Allah melihat
proses tersebut, ketika nabi Musa telah berusaha sebaik mungkin, totalitas
mengerjakan perintah Allah, hingga akhirnya terdesak lari ke laut dan nampak
tidak ada jalan keluar lagi, nabi Musa yakin ada Allah yang Maha Kuasa atas
segala sesuatu.. dan demikianlah, seperti cerita yang telah dicantumkan dalam
Al-Qur'an, bahwa Allah belah laut itu untuk menjadi jalan keluar nya..
Sungguh, begitu juga nabi-nabi lain
mengajarkan kita tentang tawakkal.. nabi Ibrahim yang dibakar dalam api dan
kemudian menjadi dingin, nabi Yunus yang ditelan ikan paus dan kemudian Allah
selamatkan, nabi Ismail yang akan disembelih dan kemudian Allah gantikan dengan
sembelihan besar..
Janji Allah tidak pernah salah,
Allah tidak akan membebani seseorang diluar batas kemampuannya. Implikasinya
adalah, dimanapun Allah menempatkan kita, di posisi apapun, bersama siapapun,
Allah telah membekali kita dengan kemampuan yang cukup.. tinggal bagaimana
kita, apakah mau atau tidak menjalani nya..
Karenanya, ketika Allah Maha Kuasa
menempatkan aku dulu sebagai seorang mahasiswa, aku diberikan kesempatan untuk
belajar, yang bisa kulakukan adalah berusaha sebaik-baiknya.. melakukan apa
yang memang seharusnya dilakukan oleh penuntut ilmu, sebagai bentuk ibadah,
bukan hanya apa yang diminta oleh kampus.. hingga Allah mudahkan aku untuk
lulus dengan baik, Alhamdulillah..
Demikian juga, saat aku lulus, aku
bekerja di beberapa tempat, awalnya ingin memanfaatkan ilmu yang pernah
kudapat, mengamalkannya, dan memberi manfaat, membahagiakan orangtua.. hingga
aku baru melihat bagaimana dunia begitu menyilaukan.. tidak ada lagi yang
mengatur atau membimbing kita seperti di sekolah atau kampus, kita harus
belajar mengatur dan mengendalikan diri sendiri.. aku dengan latar belakang
hukum ekonomi syariah, mulai mencoba berbagai bidang dari yang mulai posisi
dengan gaji 1 juta per bulan, 1.5 juta, 2.5 juta, 4 juta, 6 juta, hingga 10
juta.. ambisi ku terus meningkat, hingga akhirnya, Allah selamatkan aku dari
angan-angan tidak berakhir tersebut..
Saat ini, Allah posisikan aku
menjadi seorang isteri. Aku bekerja di rumah, pekerjaan rumah tangga, dengan
suamiku sebagai satu-satunya atasanku. Lalu hasil yang kudapatkan? Hmm, kalau
bisa disebut, aku akan menyatakan bahwa hasilnya worth it.. tidak ada angka
pasti, karena aku merasa ada banyak ketenangan dan keberkahan yang tidak bisa
dikuantifikasi.. dan yang terpenting, aku merasa cukup, Alhamdulillah.
Kemudian, bagaimana dengan karirku?
Karirku adalah menjadi ibu rumah
tangga.
Aku punya ibadah sekaligus
kewajiban yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Bagaimana aku
menjadi pemimpin di rumah, apakah aku taat pada suami, apakah aku sudah
membahagiakan nya dengan penampilan bahkan ucapan, apakah aku mendapat Ridha
nya. Inilah ibadahku sekarang..
Aku tidak lagi bekerja untuk
pimpinan perusahaan manapun, tapi aku bekerja untuk pimpinan rumah tanggaku,
suamiku. Karena inilah ibadah prioritas bagi seorang isteri.. bukan, bukan
karena yang lain dilarang, tapi aku pribadi, memutuskan untuk fokus dalam
bidang ini, mungkin, boleh jadi, disinilah peran peradaban ku.. Aku ingin
ketika aku wafat, suamiku Ridha padaku, sehingga aku bisa menjadi bagian dari
para isteri yang dibolehkan memilih pintu Syurga manapun yang ia inginkan
karena telah memenuhi kewajibannya pada Allah dan Rasul-Nya, kemudian suaminya.
Meski, tentu saja, keadaan ini
tidak sama bagi semua orang.
Di saat menulis tulisan ini, aku
sedang mengandung dengan usia hampir mencapai 9 bulan.. tentu saja ada banyak
kekhawatiran, terlebih aku masih minim ilmu tentang kehamilan dan persalinan,
meski Alhamdulillaah ada berbagai kelas online yang tersedia dan sangat
membantu.. Namun, bagiku, dan bagi semua calon ibu, di samping mempelajari
hypnobirthing, prenatal yoga, latihan nafas, afirmasi positif, komunikasi
dengan janin, ada hal yang harus diingat lebih dulu, hal yang untukku jauh
lebih memiliki efek menenangkan.. yaitu, kesadaran bahwa kita tengah beribadah,
berjihad untuk menjadi seorang ibu.. dan sekali lagi, ketika Allah memberi kita
amanah ini, Allah berikan juga segala potensi yang kita butuhkan untuk
melaluinya, insya Allah.. Allah Maha Baik, insya Allah, Allah mudahkan kita
semua untuk melahirkan, menyusui, dan mendidik generasi Rabbani yang berpegang
teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah..
Menjadi seorang ibu, adalah sebuah
amanah yang luar biasa besar. Melalui rahim seorang ibu, seorang manusia akan
terlahir, sosok yang kelak, tergantung bagaimana orangtuanya akan mendidiknya,
namun berpotensi untuk menjadi penerus estafet kekhalifahan dan ibadah kita di
bumi.. sosok yang jika dibimbing dengan cinta pada Allah dan Rasul-Nya, tidak
mustahil untuk menebarkan kebaikan dan mengharumkan Islam dengan karya-karyanya
seperti para syuhada dan ulama dahulu. Mendidik calon pemimpin Rabbani seperti itu,
tentu butuh pendidikan yang baik, terencana dengan matang, diimplementasikan
secara kontinyu dan dievaluasi secara berkala. Miris sekali melihat berbagai
berita di media yang menunjukkan permasalahan yang diakibatkan oleh generasi
saat ini, semoga Allah melindungi kita dari segala keburukan.
Maka ketika kita Allah berikan
kesempatan untuk memegang posisi seorang ibu, madrasah pertama bagi anak, yuk
kita optimalkan. Usahakan semaksimal mungkin agar kelak dapat mencetak generasi
yang taat Allah dan Rasul-Nya, berakhlak mulia dan berjuang menebarkan maslahat
yang lebih luas, menjadikan bumi Allah sebagai tempat yang lebih baik. Inilah
salah satu jejak peradaban yang bisa kita tinggalkan. Inilah amanah besar yang
Allah titipkan. Inilah ibadah yang ingin betul-betul aku tekuni, Insya Allah.
Berusaha yang terbaik dalam setiap detailnya. Mulai dari merancang kurikulum
pendidikan agama, memilihkan lingkungan dan teman yang mendukung dalam
kebaikan, pembiasaan adab akhlak mulai dari rumah, menanamkan kecintaan kepada
Allah, Rasul-Nya, Iman, Islam dan sejarah, memfilter apa yang dilihat, didengar
dan disentuh, hingga hal-hal harian seperti pemilihan pakaian yang syar’i dan
menutup aurat tapi tetap nyaman, demikian juga makanan dan camilan sehat yang
tetap enak. Karena aku yakin, semakin kita bersungguh-sungguh dalam suatu
kebaikan, Allah yang Maha Melihat juga akan membalas dengan kebaikan, walau
sebesar biji zarrah.
Sebagai penutup, aku ingin berpesan
bahwa kita tetap dapat berperan, berkarya, produktif dalam bidang apapun yang
kita suka, selama tidak bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul Nya..
kemudian, niatkan itu untuk ibadah, untuk mendapatkan pahala dan keridhaan
Allah, untuk memenuhi peran kita sebagai Khalifah di muka bumi, untuk memberi
manfaat bagi ummat, untuk menjadi peninggalan amal yang tidak terputus bahkan
ketika kita wafat..
Karena kesuksesan abadi, adalah
ketika kita mendapatkan akhir kehidupan yang baik, Husnul khatimah, dapat
menampakkan kaki di Syurga bersama orang-orang yang kita sayang, tanpa hisab,
dijauhkan dari api neraka, dan dilindungi di alam kubur..
Allah berfirman:
فَاَ يْنَ تَذْهَبُوْنَ
"maka ke manakah kamu akan
pergi?" (QS. At-Takwir 81: Ayat 26)
Mari sebelum melangkah kembali,
kita pikirkan dulu baik-baik..
People pleaser? Please No. Be Allah
pleaser.
Percaya diri? Please No. Percaya
Allah.
Do what you love? Please No. Do
what Allah loves.
Semoga Allah berkahi kehidupan
kita, langkah kaki kita, semoga Allah berkahi setiap rizki, ilmu, harta, hati,
keluarga dan setiap apapun yang kita miliki, yang telah Allah titipkan untuk
kita didunia ini.. Semoga Allah berikan kemudahan untuk urusan dunia dan
akhirat kita semua..
Aamiin Allahumma Aamiin.