Selasa, 03 Januari 2023

Alhamdulillah, Ya... Kiye gering-gering: Manifestasi Bersyukur Masyarakat Jawa Cilacap

Oleh: Misno Mohamad Djahri



Menggali khazanah kearifan lokal Nusantara tidak akan pernah ada habisnya, masyarakat Jawa khususnya di wilayah eks Karesidenan Banyumas termasuk Cilacap memiliki satu ungkapan yang merupakan manifestasi rasa syukur atas keadaan yang ada. Ketika mereka ditanya “Kepriwe Kabare? (Bagaiaman kabarnya?), mereka akan menjawab “Alhamdulillah, Ya… kiye gering-gering”. Apabila diterjemahkan kata-kata “Ya… kiye gering-gering” bermakna “Ya… ini kurus-kurus”, tentu saja bukan bermakna mereka dalam keadaan kurus-kurus karena istilah ini sudah umum digunakan masyarakat Banyumas, Cilacap dan sekitarnya.

Apabila kita kaji lebih mendalam maka kita akan menemukan bagaimana karakter masyarakat Jawa Cilacap yang menggunakan istilah ini. Kehidupan yang keras di wilayah ini, udara panas, musim tidak menentu hingga kekeringan yang sering sekali terjadi meniscayakan mereka untuk selalu siap dengan segala keadaan yang paling buruk. Dalam keadaan seperti ini harus ada pegangan hidup yang menjadi bekal dalam menghadapi berbagai keadaan, termasuk kurangnya makanan karena gagal panen atau paceklik.

Pegangan hidup berupa keyakinan mendalam akan adanya Gusti Allah sebagai Dzat yang mengatur alam semesta termanifestasi dalam ungkapan-ungkapan keseharian yang merupakan puncak dari syukur kepadaNya. Rasa syukur ini terungkapkan dalam berbagai keadaan baik dalam keadaan senang ataupun susah, dalam masa panen ataupun paceklik, saat makanan melimpah sehingga lemak di tubuh bertambah hingga masa serba kekurangan hingga badan gering-gering (kurus kering).

Ya Kiye gering-gering” adalah ungkapan yang dulu selalu diucapkan oleh para orang tua sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah Ta’ala akan segala kenikmatan dan cobaan yang menimpa mereka. Walaupun badan kurus (gering) asal masih masih mampu untuk sembahyang (shalat) dan beribadah kepada Allah Ta’ala maka mereka selalu mengucapkan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Bersyukur adalah perintah dari Allah Ta’ala sebagaimana firmanNya:

فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ

 

 “Maka ingatlah kamu semua kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepada kamu semua. Bersyukurlah kepada-Ku, serta janganlah kamu semua itu ingkar kepada-Ku.” QS. al-Baqarah: 152.

Ketika seorang hamba bersyukur maka akan ditambahkan kenikmatan tersebut, sebagaimana kalamNya:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

 “Dan (ingatlah) kamu semua  saat Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya apabila dirimu bersyukur, niscaya Aku ini akan menambah (nikmat) kepada kamu semua, tetapi apabila dirimu itu mengingkari (nikmat-Ku), maka pastinya azab-Ku itu sangat berat.” QS. Ibrahim: 7.

Bisa jadi karena begitu seringnya ungkapan gering-gering pada masa lalu, saat ini kemakmuran di wilayah ini sudah semakin bertambah. Sudah sedikit orang yang kurus kering karena kelaparan, bahkan sudah banyak orang yang gendut dan hidup dalam kemakmuran. Buah dari syukur yang diyakini dalam hati, diungkapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan.

Seiring dengan mulai hilangnya ungkapan ini, maka bolehlah kita juga mengambil local wisdom ini sebagai satu warisan adiluhung serta mengambil intisari darinya yaitu dengan sentiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala atas segala kenikmatan dan apa jua yang ada pada diri kita. Sehingga dari sekarang boleh lah apa bila ditanya “Kepriwe Kabare? (Apa Kabarnya?), maka jawablah “Alhamdulillah, Ya… kiye lemu-lemu (Alhamdulillah, Ya… ini gemuk-gemuk). Wallahu a'alam, 03012023.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...