Oleh: Misno Mohamad Djahri
Salah satu dari berita viral yang
beredar saat ini adalah kontroversi tentang dua pelajar dari Ciawi Bogor yang
melakukan tarian atau lebih tepatnya dansa. Berita ini sendiri tersebar melalui
sebuah video yang memperlihatkan dua orang pelajar dengan pakaian seragam
berdansa di depan teman-temannya di lapangan sekolah. Konfirmasi dari pihak
sekolah menyebutkan bahwa kedua pelajar yang berdansa itu memang sengaja
diperintahkan oleh pihak sekolah untuk membuktikan kepada teman-temannya bahwa
mereka memiliki bakat berdansa dan berprestasi di bidangnya.
Tentu saja video ini banyak
dikomentari oleh warganet, dari yang setuju bahwa itu adalah bentuk ekspresi
seni dan bakat yang istimewa. Tetapi banyak juga yang menganggapnya sebagai hal
buruk yang tidak sesuai dengan norma agama dan budaya, karena berdansa antara
laki-laki dan perempuan, bersentuhan dan di depan banyak orang. Pihak-pihak
yang tidak setuju menganggap bahwa dansa yang dilakukan dua pelajar tersebut
menunjukan gambaran buruk dari generasi muda yang selalu ingin melakukan
hal-hal yang hanya menyenangkan diri, seperti menyanyi, berjoget atau berdansa.
Sebagai seorang muslim kita juga
harus melihatnya dengan kacamata agama, apalagi salah satu dari pelajar
tersebut adalah seorang perempuan yang memakai hijab di video yang beredar kemudian
dibuka dalam banyak penampilan ketika berdansa. Bagaimana sebenarnya Islam
memandang tentang tarian dan dansa yang dilakukan oleh dua pelajar tersebut?
Berdansa atau menari sejatinya
adalah gerakan anggota tubuh yang biasanya dilakukan dengan mengiringi musik atau
lagi yang ada. Pada masa lalu ia bisa berupa ekspresi rasa suka dan Bahagia karena
berbagai prestasi, ritual atau kegiatan sosial kemasyarakat yang ada. Saat ini
menari dan berdansa menjadi hiburan dan sebagian ada juga yang dijadikan ajang
kompetisi dan perlombaan sebagai bentuk keterampilan yang bisa dilombakan. Menari
dan berdansa pada masa sudah ada, dan memang lebih banyak dilakukan perempuan-perempuan
yang menjadi biduanita. Laki-laki biasanya akan menari atau menggerak-gerakan
badan dengan senjata atau benda lainnya yang menunjukan kejantanannya. Hal ini
seperti ini sebagai dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik, ia berkata,
كَانَتِ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ
بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَيَرْقُصُونَ وَيَقُولُونَ مُحَمَّدٌ
عَبْدٌ صَالِحٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا يَقُولُونَ
». قَالُوا يَقُولُونَ مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ
“Orang-orang Habasyah menari di
hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menggerak-gerakkan
badan (menari) dan mereka mengatakan, ‘Muhammad adalah hamba yang saleh.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, ‘Apa yang mereka
katakan?’ Orang-orang menjawab, ‘Mereka sebut bahwa Muhammad adalah hamba yang
saleh.’” HR. Ahmad.
Tarian orang-orang Habasyah adalah
dengan menggerak-gerakan senjatanya dengan lagu yang mengiringinya, ini terjadi
pada hari raya sebagaimana disebutkan dalam riwayatnya. Sebagaimana riwayat lainnya
menjelaskan dari ‘Aisyah binti Abu Bakar, ia berkata,
جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِى يَوْمِ
عِيدٍ فِى الْمَسْجِدِ فَدَعَانِى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَوَضَعْتُ رَأْسِى
عَلَى مَنْكِبِهِ فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِى
أَنْصَرِفُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِمْ.
“Ada orang-orang Habasyah
menggerak-gerakkan badan (menari) pada hari Id di masjid. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku. Aku meletakkan kepalaku di atas bahu
beliau. Aku pun menyaksikan orang-orang Habasyah tersebut sampai aku sendiri
yang memutuskan untuk tidak melihat lagi.” HR. Muslim.
كانَ الحَبَشُ يلعبونَ بِحِرابِهم
فَسَتَرنِي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وأنَا أنْظُرُ ، فمَا زِلْتُ أنظرُ
حتَّى كنْتُ أنا أَنْصَرِفُ
“Orang-orang Habasyah bermain-main
dengan alat perang mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
menabiriku dan aku berusaha untuk tetap melihat. Hal ini terus berlangsung
hingga aku sendiri yang memutuskan untuk tidak melihatnya lagi.” HR. Bukhari.
Merujuk pada riwayat-riwayat
tersebut, maka menari dengan gerakan yang mengiringi syair yang berisi kebaikan
dan dilakukan oleh laki-laki tidaklah mengapa, khususnya dilaksanakan pada hari
raya. Adapun jika dilakukan oleh laki-laki dengan gerakan-gerakan seperti perempuan
maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sebagaimana menari yang dilakukan oleh para
perempuan di depan bukan mahramnya apalagi dengan tidak menutup aurat serta musik
dan lagu yang berisi pemujaan terhadap syahwat dan keduniaan lainnya. Hukumnya adalah
haram sebagaimana banyak disebutkan oleh para ulama, diantaranya adalah ulama
Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Al-Qafal dari Syafi’iyah mengharamkan joget
atau menari. Sebab, kegiatan tersebut dinilai dana’ah (rendah) dan safah
(bodoh) yang dapat menjatuhkan wibawa. Menurut Al-Abbi bahwa para ulama
memaknai hadist tentang menarinya orang Habasyah hanya sekadar lompat-lompat
dengan bermain alat-alat perang mereka. Kegiatan mereka tidak dibarengi hal-hal
yang diharamkan seperti membuka aurat dan meminum khamr.
Adapun dansa yang dilakukan oleh
dua pelajar tersebut hukumnya sudah jelas haram karena terjadinya interaksi
fisik antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram serta dilakukan di depan
umum. Kemudian wanita yang berdansa sendiri tidak menutup aurat serta diringi
oleh musik-musik yang tidak diperkenankan dalam Islam.
Namun, hendaknya kepada dua pelajar
tersebut dan pihak-pihak yang mendukung mereka diberikan nasehat yang baik dan
pemahaman bahwa yang mereka lakukan adalah terlarang dalam agama dan tidak
sesuai dengan budaya bangsa. Agama Islam telah memberikan larangan secara jelas
mengenai hukum menari atau berdansa yang dilakukan dua orang laki-laki
perempuan yang bukan mahram serta tidak menutup aurat. Sedangkan secara budaya
bangsa, bahwa berdansa seperti yang dilakukan oleh dua pelajar tersebut
sejatinya bukanlah budaya Indonesia, itu adalah budaya luar yang belum tentu
sesuai dengan budaya kita. Maka menjadi tugas dan tanggungjawab guru, tenaga
pendidik, orang tua dan masyarakat secara umum untuk selalu memberikan nasehat
yang baik kepada generasi mud akita agar tidak terbawa dalam budaya yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa Indonesia. Wallahu a’lam.
23012023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...