Oleh: Misno bin Mohamad Djahri
Salah satu dari syariah Islam dalam
shalat adalah dilaksanakan dengan berjamaah di masjid bagi laki-laki,
keutamaannya sangat banyak bahkan pahalanya mencapai 27 kali lipat. Shalat berjamaah
meniscayakan adanya imam yang menjadi pemimpin dalam pelaksanaannya, untuk
menjadi imam ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi agar shalat berjamaah
yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Sayangnya masih ada beberapa imam
yang kurang memahami keadaan makmumnya, ada yang terlalu cepat dalam bacaan dan
gerakannya dan sebaliknya ada juga yang sangat lama sehingga menyusahkan sebagian
makmum yang shalat di belakangnya.
Seorang yang akan menjadi imam
shalat harus memenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi
Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam:
يَؤُمُّ القومَ أقرؤُهم لكتابِ اللهِ
. فإن كانوا في القراءةِ سواءً . فأعلمُهم بالسُّنَّةِ . فإن كانوا في السُّنَّةِ سواءً
. فأقدمُهم هجرةً . فإن كانوا في الهجرةِ سواءً ، فأقدمُهم سِلْمًا . ولا يَؤُمنَّ
الرجلُ الرجلَ في سلطانِه . ولا يقعدُ في بيتِه على تَكرِمتِه إلا بإذنِه قال الأشجُّ
في روايتِه ( مكان سِلمًا ) سِنًّا
“Hendaknya yang mengimami suatu
kaum adalah orang yang paling baik bacaan Al Qur’annya. Jika mereka semua sama
dalam masalah bacaan Qur’an, maka hendaknya yang paling paham terhadap Sunnah
Nabi. Jika kepahaman mereka tentang Sunnah Nabi sama, maka yang paling pertama
hijrah (mengenal sunnah). Jika mereka semua sama dalam hijrah, maka yang paling
dahulu masuk Islam. Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat
kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus
milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya”. Dalam riwayat Al Asyaj (bin
Qais) disebutkan: “yang paling tua usianya” untuk menggantikan: “yang paling
dahulu masuk Islam” HR. Muslim.
Hadits ini memberikan panduan dalam
menjadikan seseorang sebagai imam shalat, yaitu yang paling baik bacaan al-Qur’an,
paling paham sunnah Nabi, lebih awal hijrah, awal masuk Islam dan penduduk
setempat yang menjadi imam rawatib. Selain itu tentu saja ada yang lainnya
menyangkut sudah baligh-nya seorang imam dan memiliki akhlak yang baik,
termasuk yang mampu memahami keadaan makmumnya.
Sebuah riwayat memberikan hikmah
yang sangat berharga, yaitu dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata,
صَلَّى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ الأَنْصَارِىُّ
لأَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ فَانْصَرَفَ رَجُلٌ مِنَّا فَصَلَّى
فَأُخْبِرَ مُعَاذٌ عَنْهُ فَقَالَ إِنَّهُ مُنَافِقٌ. فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ
دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرَهُ مَا قَالَ مُعَاذٌ
فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا
يَا مُعَاذُ إِذَا أَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا. وَسَبِّحِ
اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى. وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ. وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى »
“Mu’adz bin Jabal Al-Anshari pernah
memimpin shalat Isya. Ia pun memperpanjang bacaannya. Lantas ada seseorang di
antara kami yang sengaja keluar dari jama’ah. Ia pun shalat sendirian. Mu’adz
pun dikabarkan tentang keadaan orang tersebut. Mu’adz pun menyebutnya sebagai
seorang munafik. Orang itu pun mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan mengabarkan pada beliau apa yang dikatakan oleh Mu’adz padanya. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menasehati Mu’adz, “Apakah engkau ingin
membuat orang lari dari agama, wahai Mu’adz? Jika engkau mengimami orang-orang,
bacalah surat Asy-Syams, Adh-Dhuha, Al-A’laa, Al-‘Alaq, atau Al-Lail.” HR.
Muslim
Merujuk pada riwayat ini hendaknya
seorang imam tidak menyusahkan makmum khususnya dalam bacaan yang terlalu panjang
atau gerakannya yang terlalu lama. Karena hal ini akan menyusahkan makmum
khususnya mereka yang sudah lanjut usia atau ada keperluan yang harus segera
dilaksanakan. Gerakan yang terlalu lama juga akan menyusahkan makmum yang fisiknya
sudah lemah karena sakit atau sudah tua.
Riwayat lainnya yang menguatkan
adalah dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ
فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيْهِمُ السَّقِيْمَ وَ الضَّعِيْفَ وَ اْلكَبِيْرَ، وَ إِذَا
صَلَّى لِنَفْسِهِ فَلْيُطِلْ مَا شَاءَ
“Jika salah seorang kalian shalat
bersama manusia, maka hendaklah (dia) mentakhfif, karena pada mereka ada yang
sakit, lemah dan orang tua. (Akan tetapi), jika dia shalat sendiri, maka
berlamalah sekehandaknya”. HR. Bukhari.
Tetapi bukan berarti juga membaca
yang pendek atau dengan Gerakan yang terlalu cepat sehingga makmum juga akan
ketinggalan dalam gerakan. Cara yang tepat adalah berlaku pertengahan, tidak
terlalu panjang dalam bacaan tetapi juga tidak terlalu pendek. Demikian juga
dalam hal gerakan, maka jangan terlalu lama juga jangan terlalu cepat. Berlakulah sewajarnya sesuai dengan kemampuan
dari makmum yang mengikutinya.
Hal ini sangat penting mengingat
makmum memiliki banyak kekurangan, kelemahan dan mungkin ada kegiatan lainnya
yang imam tidak mengetahuinya. Sebagai imam yang menjadi pemimpin dalam shalat
maka memberikan yang terbaik bagi mereka dan memahami keadaan masing-masing
makmum adalah yang utama. riwayat sebelumnya menjelaskan bahwa makmum ada yang
sudah lanjut usia, anak-anak atau ada keperluan yang harus segera dilaksanakan.
Wallahu a’alam, 18012023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...