Oleh: Misno bin Mohamad Djahri
Membaca judul tulisan ini mungkin
pembaca akan langsung berkomentar “Masa tertimpa musibah kok mengucapkan Alhamdulillah
(Segala Puji Bagi Allah)?”. Tunggu dulu, boleh saja berpendapat seperti itu
karena pada hakikatnya musibah di mata manusia adalah sesuatu yang sangat
menyakitkan, dari tertusuk duri kecil di jalan hingga kehilangan harta benda
atau sanak saudara untuk selamanya. Namun, tahukah anda bahwa sejatinya ada
pahala di setiap musibah yang ada?
Kita awalai dengan tadabur firman
Allah Ta’ala:
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا
بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ
ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِين
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran)
itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan
supaya Allah ingin memberi bukti kebenaran kepada beriman (dengan orang-orang
kafir) dan menjadikan sebagian di antara kalian sebagai syuhada’. Allah tidak
menyukai orang-orang yang zalim” QS. Ali Imran: 140.
Sebab turunnya ayat ini adalah
dalam peristiwa perang Uhud di mana umat Islam pada waktu itu mengalami kekalahan
dan kehancuran, bahkan dalam salah satu riwayat Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wassalam juga terluka dan gigi beliau patah. Makna lebih luas dari
ayat ini adalah bahwa kejayaan dan kehancuran itu adalah sunatullah yang
dipergilirkan di antara manusia agar membuktikan keimanannya kepada Allah Ta’ala.
Kesenangan dan kesedihan, anugerah
dan musibah dipergilirkan di antara manusia sebagai sebuah fitnah, apakah
mereka akan bersyukur ketika anugerah datang atau malah berlaku sombong. Demikian
pula apakah manusia akan bersabar ketika musibah datang menerpa atau malah
berkeluh kesah dan menyalahkan takdir Allah Ta’ala?. Jawabannya adalah bahwa
musibah yang menimpa manusia adalah kuasaNya untuk melihat apakah manusia akan
bersabar atau kufur dengan segala nikmatNya.
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ
فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Wahai manusia, Kami akan menguji
kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya
kepada Kamilah kalian akan kembali” QS. Al-Anbiya: 35.
Seorang muslim harus meyakini,
bahwa musibah yang menimpa kita bisa jadi itu adalah baik bagi kita, dan ianya
akan menjadi ladang pahala ketika kita sabar dengannya. Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wassalam bersabda:
ليس أحد إلا وهو يفرح ويحزن، ولكن
اجعلوا الفرح شكراً والحزن صبر
“Setiap insan pasti pernah
merasakan suka dan duka. Oleh karena itu, jadikanlah sukamu adalah syukur dan
dukamu adalah sabar.”
Tentu saja kesabaran ini akan
berbuah kepada kebaikan, sebagaimana sabda beliau selanjutnya:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ
وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ
يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Tidaklah seorang muslim tertimpa
suatu keletihan dan penyakit (yang terus menimpa), kehawatiran dan kesedihan,
dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan
Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya. HR. Bukhari.
Merujuk pada riwayat ini maka jelas
sekali bahwa musibah yang menimpa kita adalah sarana untuk menghapus segala
dosa dan kesalahan yang telah dilakukan. Ketika dosa dan kesalahan sudah
terhapuskan dan musibah itu masih ada maka akan mengangkat derajatnya di sisi
Allah Ta’ala dan mendapatkan kebahagiaan luar biasa dari musibah yang menimpa.
Jika demikian adanya, maka perspektif
kita mengenai musibah haruslah dirubah yaitu bahwa musibah itu adalah fitnah
(cobaan) dari Allah Ta’ala agar kita bersabar dan dengan kesabaran itu kita
akan mendapatkan banyak sekali pahala dan kebaikan. Sampai di sini masih
mengeluh dengan musibah yang menimpa? Wallahu’alam. 13012023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...