Jumat, 13 Januari 2023

“Alhamdulillah” Saya Tertimpa Musibah

Oleh: Misno bin Mohamad Djahri

 


Membaca judul tulisan ini mungkin pembaca akan langsung berkomentar “Masa tertimpa musibah kok mengucapkan Alhamdulillah (Segala Puji Bagi Allah)?”. Tunggu dulu, boleh saja berpendapat seperti itu karena pada hakikatnya musibah di mata manusia adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, dari tertusuk duri kecil di jalan hingga kehilangan harta benda atau sanak saudara untuk selamanya. Namun, tahukah anda bahwa sejatinya ada pahala di setiap musibah yang ada?

Kita awalai dengan tadabur firman Allah Ta’ala:

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِين

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah ingin memberi bukti kebenaran kepada beriman (dengan orang-orang kafir) dan menjadikan sebagian di antara kalian sebagai syuhada’. Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim” QS. Ali Imran: 140.

Sebab turunnya ayat ini adalah dalam peristiwa perang Uhud di mana umat Islam pada waktu itu mengalami kekalahan dan kehancuran, bahkan dalam salah satu riwayat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam juga terluka dan gigi beliau patah. Makna lebih luas dari ayat ini adalah bahwa kejayaan dan kehancuran itu adalah sunatullah yang dipergilirkan di antara manusia agar membuktikan keimanannya kepada Allah Ta’ala.

Kesenangan dan kesedihan, anugerah dan musibah dipergilirkan di antara manusia sebagai sebuah fitnah, apakah mereka akan bersyukur ketika anugerah datang atau malah berlaku sombong. Demikian pula apakah manusia akan bersabar ketika musibah datang menerpa atau malah berkeluh kesah dan menyalahkan takdir Allah Ta’ala?. Jawabannya adalah bahwa musibah yang menimpa manusia adalah kuasaNya untuk melihat apakah manusia akan bersabar atau kufur dengan segala nikmatNya.

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali” QS. Al-Anbiya: 35.

Seorang muslim harus meyakini, bahwa musibah yang menimpa kita bisa jadi itu adalah baik bagi kita, dan ianya akan menjadi ladang pahala ketika kita sabar dengannya. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

ليس أحد إلا وهو يفرح ويحزن، ولكن اجعلوا الفرح شكراً والحزن صبر

“Setiap insan pasti pernah merasakan suka dan duka. Oleh karena itu, jadikanlah sukamu adalah syukur dan dukamu adalah sabar.”

Tentu saja kesabaran ini akan berbuah kepada kebaikan, sebagaimana sabda beliau selanjutnya:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu keletihan dan penyakit (yang terus menimpa), kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya. HR. Bukhari.

Merujuk pada riwayat ini maka jelas sekali bahwa musibah yang menimpa kita adalah sarana untuk menghapus segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan. Ketika dosa dan kesalahan sudah terhapuskan dan musibah itu masih ada maka akan mengangkat derajatnya di sisi Allah Ta’ala dan mendapatkan kebahagiaan luar biasa dari musibah yang menimpa.

Jika demikian adanya, maka perspektif kita mengenai musibah haruslah dirubah yaitu bahwa musibah itu adalah fitnah (cobaan) dari Allah Ta’ala agar kita bersabar dan dengan kesabaran itu kita akan mendapatkan banyak sekali pahala dan kebaikan. Sampai di sini masih mengeluh dengan musibah yang menimpa? Wallahu’alam. 13012023.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...