Rabu, 04 Mei 2011

Menikah adalah Fitrah Alamiah



Sebagaimana remaja butuh akan penerimaan, rasa aman dan teman, begitupula dia butuh akan pernikahan bahkan kebutuhannya akan pernikahan lebih besar. Kebutuhannya akan pernikahan serupa dengan kebutuhannya terhadap makanan, minuman dan tidur, karena hal itu adalah kebutuhan jasmani dan rohani, dan bukan kebutuhan rohani semata, maka pemenuhan dorongan sexual (melalui pernikahan) sama dengan pemenuhan dorongan rasa lapar, haus dan kepenatan.

     Kebutuhan pernikahan mencakup kebutuhan sosial dan kejiwaan (apabila mencakup) empat unsur yang saling berhubungan dan saling terangkai antara sebahagian dengan sebahagian yang lain, yaitu: kebutuhan akan ketenangan jiwa dengan/melalui pernikahan, kebutuhan akan perasaan dan pembuktian (jenis) kelaki-lakian, kebutuhan pemenuhan tabiat (kemanusiaan) dan kebutuhan kepada impelementasi kesempurnaan dengan pernikahan. Apabila salah satu faktor ini terabaikan, dan tidak dicapai oleh pernikahan maka sesungguhnya pernikahan menjadi gagal dan kurang, sebesar unsur-unsur yang kurang tersebut, dan pada banyak kesempatan kegagalan pernikahn disebabkan terabaikannya (keseluruhan) unsur-unsur tersebut atau sebahagiaannya.

     Remaja pada jenjang remaja dikategorikan (berada) pada awal perjalanan untuk mendirikan kehidupan keluarga dan masyarakat yang normal, dia itu merasakan sangat butuh kepada lawan jenis, berbeda dengan kebutuhan yang lain yang telah disebutukan terdahulu, pikiran menjadi sibuk, perasaan goncang, banyak menghayal seputar masalah ini, dan kehidupan remaja kehilangan empat unsure yang telah kita sebutkan tadi yang (hanya) munkin dicapai dengan pernikahan.

 Dan memunkinkan kita untuk mengumpamakan kehidupan remaja sebelum pernikahan dan setelahnya dengan table nomor (1

Jenjang
Kondisi kejiwaan
Jenjang
Kondisi kejiwaan
Remaja sebelum pernikahan
  1. tidak stabil
  2. tekanan tabiat (sexual)
  3. lemahnya perasaan akan jenis (keleki-lakian)
  4. kekosongan jiwa dan ketiadaan kesempurnaan
Remaja setelah pernikahan.
  1. Tenang dan tenteram
  2. Terpenuhi tabiat (sexual)
  3. sadar terhada jenis (kelaki-lakian)
  4. Keterisian rohani dan kesempurnaan.


Tabel no (1) menentukan perbedaan keadaan kejiwaan remaja  antara sebelum dan setelah pernikahan.

     Penelitian-penelitian pendidikan dan kejiwaan menguatkan [1], bahwasanya perobahan-perobahan sexual yang dialami remaja berdampak pada kestabilan dan keteraturan hidup bagi remaja, remaja masuk kedalam keseringan berfikir dan berkhayal terkadang pada hal-hal yang tidak-tidak, dan juga pada keadaan gelisah dan perasaan kejiwaan yang goncang, seputar tubuh, emosi dan masa depannya, dan seputar cara memenuhi tabiat (sexual)nya serta bagaimana mengambil pendamping hidup. Penelitian menunjukkan bahwasanya perkara ini bertambah/meningkat pada masyarakat perkotaan yang memperpanjang masa kenak-kanak remaja [2] dan memperlambat kelaki-lakian/kedewasaannya[3] dan kegoncangan nampak bukan hanya pada kejiwaan remaja semata, akan tetapi hal itu merembet kepada segi-segi amaliah/aktifitas, dalam memilih hobi, kegiatan-kegiatan, mengisi waktu luang, kecenderungan, teman yang dipilih, bentuk interaksi dengan orang-orang, diamana nampak ketergesah-gesahan dan ketidak pedulian, tingakah-laku yang melampauhi batas serta pameran kekuatan dan lain-lain. Inilah sebagian hal yang kita maksud dengan ketiadaan ketenangan jiwa yang mana pernikahan yang sukses berperan mendatangkan bagian terbesar dari hal itu, diantara fungsi pernikahan yaitu "memberi ketenangan jiwa" , Allah Taala berfirman:

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya[4].

     karena Allah menciptakan Hawa dari diri Adam agar supaya senang, suka dan merasa tenang terhadapnya[5] dan perkara ini bersifat umum pada Adam dan pada keturunannya, sebagaimana Allah Taala berfirmana:

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isterimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.[6]

Maka ketenteraman, cinta dan kasih-sayang dikategorikan hal-hal yang dihasilkan oleh pernikahan, yaitu hasil yang diharapkan seluruh manusia serta ingin diraihnya. Manusia sebelum pernikahan mengalami perpecahan, keterasingan dan kegelisahan, dan tidak ada kestabilan (hal itu) tumbuh dari ketergantungannya pada kedua orang-tuanya pada phase kanak-kanaknya, serta merasakan kasih-sayang dan perlindungannya, serta dia merasa bahwasanya dia butuh kepada sesuatu yang lain sebagai tambahan terhadap (apa yang didapatkan) pada waktu yang lalu, yang dia tidak merasa tenteram tampa'nya, tidak merasa senang kecuali terhadapnya dan tidak merasa tenang kecuali dengan memperolehnya, hal itu adalah isteri.
     Disini nampak beberapa hikmah, ketika remaja dilihat tidak terkendali khayalannya, prilaku yang goncang, hati gelisah, banyak fikiran, mempunyai keanehan pada pendapat dan kelakuannya, maka apabila dia menikah jiwanya akan menjadi tenang, stabil kehidupannya, serius keperibadiannya, segi-segi keliaran dan kecerobohan menjadi banyak tersembunyi. Ayat yang lalu menunjukkan  nikmat kejiwaan dan sosial yang besar, yang Allah berikan bagi mereka, dengan keharmonisan dan keserasian[7] antara kedua jenis ini, yang mana remaja menjadi sangat butuh kepadanya, bahkan dikategorikan sebagai kebutuhan yang paling mendesak baginya. Sungguh telah banyak penelitian yang menunjukkan perbedaan antara orang-orang yang telah menikah dengan yang belum menikah dari segi stabilitas/ketenangan dan jenis orientasi dan kegiatan untuk mengisi waktu luang, diantaranya adalah penelitian[8] yang diadakan oleh pusat penelitian penanganan kriminal yang diadakan oleh Kerajaan Saudi Arabiah, atas beberapa orang dari semua propinsi yang mencapai 1918 pemuda, pada umur remaja, penelitian tentang kecenderungan umum yang ditempuh para pemuda tersebut dalam menghabiskan waktu senggang. Penelitian ini menunjukkan pada kecenderungan orang yang sudah menikah kepada ketenangan, kecenderungan kepada kegiatan-kegiatan yang (menambah) wawasan, serta kecenderungan yang belum menikah kepada tingkah laku dan perasaan yang tidak senonoh[9] dan terkadang kepada tindak kejahatan.
     Adapun kebutuhan akan pemenuhan tabiat (sexual), akan muncul pada kematangan remaja secara jasmani dan tercapainya masa baligh dengan tanda-tandanya yang beragam, mulai dari tumbuhnya bulu, keluarnya mani, mimpi (berhubungan intim), tumbuhnya organ reproduksi dan kemampuan untuk melahirkan dan juga munculnya bulu wajah pada lelaki, haid dikalangan wanita, semua tanda-tanda ini biasanya terjadi secara dini, atau pada umur lima belas tahun atau sebelumnya, hal itu adalah petunjuk yang beruntun, melekat pada pemuda maupun pemudi, mengejutkannya, dan memberitahunya dan keluarganya terhadap kesiapan sexual dan kebutuhan pengarahan dan pemenuhannya. Disini nampak penyaluran dengan cara yang normal dan cara yang tidak normal, berbeda tingkat dan kerusakannya serta caranya, dari pemilikan majalah-majalah yang merangsang nafsu dan tidak bermoral, membaca buku dan kisah-kisah sex, mengikuti film-film dan serial-serial percintaan dan sentimental, melakukan onani dan terjerumus pada kejahatan dengan segala jenisnya, demikianlah kita mendapatkan bahwasanya pemenuhan tabiat (sexual) adalah kebutuhan yang mendesak pada jenjang remaja, bahwasanya kematangan yang dini harus pula dipenuhi secara dini, yang demikian itu dengan pernikahan secara dini, dari Ibnu Mas'ud semoga Allah meridhoinya, dari Nabi SAW. Beliau bersabda; (wahai sekalian pemuda barang siapa yang telah sanggup untuk menikah maka hendaklah dia menikah, sesungguhnya yang demikian itu lebih menundukkan/menjaga pandangan dan lebih suci bagi kemaluan, barang siapa yang tidak sanggup maka hendaklah ia berpuasa, maka yang demikian itu adalah tameng/prisai (baginya)[10].
     Pernikahan secara dini adalah (solusi) utama, jalan normal dan suci untuk memenuhi kebutuhan tabiat (sexual). Kerinduan dan kecenderungan kepada lawan jenis disebabkan karena kebutuhan serta sebab yang lain adalah perkara yang dilayani dan dikokohkan oleh metode Islam, serta diterangkan metode-metode yang sukses pada pengarahan dan pemenuhannya, dan telah berlalu pembahasan bahwasanya metode Islam adalah metode yang suci, praktis pada setiap permintaan dan peraturan-peraturannya.
     Diriwayatkan oleh Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya beliau berkata:

(datang tiga orang ke rumah rumah isteri Rasulullah SAW.mereka bertanya tentang ibadah Rasulullah SAW. maka tatkala mereka diberitahu seolah-olah mereka menganggap sedikit (ibadah mereka) dan mereka berkata: dimana kita disbanding Nabi SAW.sedangkan Belaiau telah diampuni dosanya yang lalu dan yang akan datang? Maka salah seorang berkata: adapun saya akan shalat malam selamanya, dan berkata yang lain: saya akan berpuasa dahr dan saya tidak akan berbuka. Dan berkata yang lain: saya akan menjauhi wanita dan saya tidak akan menikah selamanya. Maka datang Rasulullah SAW.kepada mereka maka beliau bersabda: (kalian yang telah mengatakan seperti ini? Demi Allah saya adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertaqwa terhadapnya. Akan tetapi saya berpuasa dan berbuka dan saya shalat dan saya tidur, dan saya menikahi wanita, barang siapa yang enggang terhadap sunnahku maka mereka bukan golonganku)[11]

     Dan yang lebih jelas dari itu adalah, sabda Rasulullah SAW: (Yang lebih saya suka dari dunia kalian adalah wanita dan minyak wangi dan dijadikan rekreasiku didalam shalat)[12]
     Pernikahan dini sesugguhnya adalah solusi fitrah, untuk memenuhi dorogan tabiat dan kebutuhan perasaan yang mendesak, sangat menuntut dan mendesak pada jenjang remaja.
     Dan adapun unsur yang ketiga dari unsure kejiwaan bagi kebutuhan pernikahan adalah kebutuhan akan perasaan akan jenis (kelaki-lakian atau kewanitaan) itu Karena bahwasanya kejantanan pria tidak sempurna kecuali jika diperaktekkan/dibuktikan dan tidak sempurna masalah ini kecuali dengan pernikahan, yaitu berdampingannya seorang suami dengan isteri sebagaimana (layaknya) seorang laki-laki, dan berdampingannya isteri dengan suami sebagaimana (layanknya) seorang wanita. Hal inilah yang dikehendaki oleh tabiat/fitrah, sesugguhnya laki-laki dikarenakan  keistimewaan  kekuatan  kejiwaan, penampilan dan kekerasan jasmani, sifat pelindung dan pemelihara, maka dia harus menekuni peran sebagai seorang laki-laki, sedangkan perempuan karena dia istimewa dengan kehalusan-hati, peka, penyayang, dan dari penampilan indah, simpati dan halus, dia harus menekuni peran kewanitaan dan kebutuhan  kedua (jenis) adalah tegaknya ciri khas pada (jenis) yang lain, laki-laki selalu membenci penyerupaan laki-laki terhadap wanita, dan perempuan selalu membenci penyerupaan wanita pada laki-laki, dan ketika laki-laki menjadi serupa dengan wanita, atau wanita dengan laki-laki maka sesungguhnya hal itu berlawanan dengan fitrah dan perasaan, maka akan terjadi keganjilan/keanehan, dan pengabaian ketentuan kejiwaan, atau kegoncangan kejiwaan, dan selanjutnya terjadi penyakit-penyakit kejiwaan dan sosial. Sungguh Islam telah melarang penyerupaan laki-laki terhadap perempuan dan sebaliknya dan memberikan ancaman terhadapnya dengan ancaman yang sangat (keras), karena didalamnya menyalahi fitrah, dan pencampur-bauran ketentuan (kehidupan) dan rusaknya prinsif-prinsif yang mengontrol langkah manusia, dan robohnya dasar-dasar kejiwaan dan sosial, yang menjamin kesenangan, stabilitas dan ketenangan jiwa manusia.

Dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya dia berkata:(Rasulullah SAW.melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai leki-laki)[13].

Dari Abi Hurairah semoga Allah meridhoinya dia berkata: ( Rasulullah SAW.melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki)[14]

     Kelakuan laki-laki menyerupai wanita dan wanita menyerupai laki-laki adalah tingkah-laku aneh, bertentangan dengan fitrah, dan tidak sesuai dengan tabiat kehidupan secara kejiwaan. Metode islam ingin menjaga setiap jenis (kelamin) dengan ciri khasnya (masing-masing), dan menunjukkan keistemawaannya, dan memerangi usaha untuk merusak [15] fitrah, dan mematikan perasaan terhadapnya.
     Akan tetapi kenyataan pendidikan dan kejiwaan pada negeri-negeri muslim dan Arab, bertolak belakang dengan hal itu, mengarah kepada mematikan perbedaan-perbedaan fitrah dan perasaan ini, sebagaimana banyak ditunjukkan oleh banyak penelitian-penelitian lapangan sosial dan kejiwaan, dengarkanlah salah seoang pakar ilmu jiwa, apa yang dia katakan dalam menceritakan kenyataan ini: (sesungguhnya salah satu perobahan yang paling penting dalam masyarakat Arab kita pada priode terakhir adalah perobahan yang terjadi pada orientasi seputar tugas (yang menjadi) tradisi bagi wanita di masyarakat, maka setiap hari, bertambah jumlah wanita yang masuk pada golongan wanita karir, dan dalam waktu yang sama bertambah jumlah laki-laki yang tidak mendapat hambatan bagi mereka untuk ikut serta dalam pekerjaan-pekerjaan rumah-tangga. Dan adapun hasil yang pasti terhadap yang demikian itu, adalah bahwasanya pada saat itu bertambah jumlah ibu-ibu yang mencari identitas (wanita karir) sebagai ganti dari hanya sekedar (mengurus rumah) dan pada sisi yang lain bertambah jumlah bapak yang ikut serta dalam mengasuh anak-anak mereka. Dan pada dasar ini, mulailah anak-anak melihat pada bapak mereka dari dua jenis, pribadi-pribadi yang tidak banyak keistemawaan dari segi tugas-tugas yang mereka emban dalam masyarakat. Hasil-hasil penelitian menguatkan kesimpulan-kesimpulan ini. Aminah Qasim telah mengadakan penelitian untuk mengungakap dampak pekerjaan ibu, pada sikap-sikap remaja seputar pekerjaan ibu (di luar rumah) dan dia mendapatkan bahwasanya sikap kebanyakan anak (bagi) ibu pekerja baik itu anak laki-laki maupun anak perempuan adalah negative, seputar keluarnya ibu untuk bekerja, dan pada saat yang lain sikap kebanyakan anak-anak ibu yang mengurusi rumah adalah betul-betul bertolak belakang, atau anti pekerjaan ibu. Hasil ini dikuatkan oleh dampak perobahan sosial dalam menghilangkan perbedaan antara kedua jenis, dan dalam menentukan tugas. Begitupula Mustafa Turki meneliti perbedaan antara laki-laki dan perempuan Kuwait pada beberapa sifat keperibadian,  dan datang hasil yang betul-betul menguatkan kesimpulan-kesimpulan yang telah kita sajikan[16], ada penelitian yang lain yang menunjukkan pada perobahan-perobahan pada nilai, pada peran-peran sosial dan pada beberapa tabiat dan sifat disebabkan karena perempuan melanggar tugas dasarnya, dan keluarnya untuk bekerja dengan segala jenisnya, serta berlebih-lebihannya dia dalam hal itu, sungguh telah menjadi jelas dari beberapa penelitian yang dilaksanakan pada isteri-isteri yang sibuk dan yang tidak sibuk (bahwasanya isteri-isteri yang sibuk bekerja telah berobah dengan drastis seputar persamaan dalam kekuasaan, pada saat itu menjadi jelas bahwasanya pengurusan rumah telah mengarah seperti kekuasaan tradisi.[17]
     Pada penelitian yang lain, untuk membandingkan antara wanita karir dan yang bukan wanita karir, menjadi jelas bahwasanya suami-suami wanita yang bekerja melakukan pekerjaan rumah-tangga dengan jumlah yang lebih besar, yang  disimpulkan dari pekerjaan rumah-tangga lebih banyak dari suami-suami wanita yang tidak sibuk bekerja dan terdapat banyak penelitian yang lain pada masalah ini yang menunjukkan pelaksanaan tugas wanita oleh para pria, dari memasak, mengasuh anak-anak dan selainnya. penelitian yang lain untuk mengetahui pendapat dua kelompok murid seputar sifat perempuan dalam kedudukannya sebagai wanita karir, bagi kelompok pertama, dan sifatnya dalam kedudukannya sebagai ibu rumah-tangga untuk kelompok kedua. Kemudia diseleksi sifat-sifat keperibadian setiap dari keduanya, penelitian berakhir sebagai berikut: kelompok pertama yang melihat bahwasanya dia adalah ibu yang sibuk menggambarkannya dengan sifat-sifat yang kurang terpuji lebih banyak dari mereka yang melihat sebagai ibu rumah-tangga, dan datang sifat-sifat yang kurang terpuji dan disifati oleh ibu yang sibuk bekerja sebagai berikut, kaku, tidak memuaskan, buruk hati, tidak sabar, sadis dan keji adapun kelompok yang kedua yang melihatnya sebagai seorang ibu rumah-tangga maka sungguh dia telah memberikan sifat-sifat sebagai berikut: pemelihara, tenang, menyimpan rahasia dan pemalu.
     Demikianlah kita saksikan wanita keluar ke wilayah laki-laki dan laki-laki masuk ke dalam wilayah wanita, dan setiap jenis berusaha untuk mengambil sifat jenis yang lain yang menyalahi fitrah dan tabiat.
     Sesungguhnya perasaan dan penjagaan terhadap jenis kelamin adalah tuntutan yang penting bagi manusia. Keluarnya setiap jenis dari daerahnya, adalah mencelakakan bagi manusia, membuatnya merasa kurang, sepi dan ketiadaan ketenangan, dia merasakan dua jenis kelamin yang saling bertabrakan dalam fungsi/tugas.
     Pemuda pada jenjang remaja dan baligh nampak padanya tanda-tanda kejantanan dan alamat kelaki-lakian yang membedakannya dengan wanita, memberitahukannya tentang ciri dan jenis kelaminnya. Dan pada Pemudi nampak padanya tanda-tanda perempuan dan alamat kewanitaan yang membedakannya dengan pemuda dan memberitahukannya tentang ciri dan jenis kelaminnya, pernikahanlah yang membuat pemuda dan pemudi memperaktekkan fungsinya yang haqiqi, sesuai dengan jenis kelaminnya, termasuk hal-hal yang memenuhi kebutuhan fitrah , yaitu perasaan akan jenis kelamin dan menjadi istimewa dengannya.
     Adapun unsur yang keempat adalah kebutuhan kepada pengisian dan penyempurnaan jiwa, seorang laki-laki merasa kekurangan tanpa wanita, dan perasaan kekurangan bagi wanita tanpa pria. Perasaan ini keluar dari fitrah yang haqiqi dan ketentuan-ketentuan kejiwaan yang terpendam pada asal pembentukan manusia, yaitu bahwasanya laki-laki dan perempuan adalah dua unsur yang saling melengkapi, dan keduanya tidak sama, maka salah satunya melengkapi yang lain, dengan demikian berpasangan (antara) laki-laki dengan laki-laki dan perempuian dengan perempuan dianggap/dikategorikan sebagai keganjilan yang dikecam oleh agama-agama, dan direndahkan oleh fitrah dan perasaan yang suci, bertentangan dengan akal dan dianggap keji oleh adat/kebiasaan. Sesungguhnya wanita dan pria dalam kehidupan manusia seperti positif dan negative dalam arus listrik, malam dengan siang dalam pergantian hari, bumi dengan hujan pada kehidupan tumbuh-tumbuhan yang salah satunya tidak bisa terlepas dari yang lain, jika seandainya laki-laki menyerupai separoh dari satu (benda) maka sesungguhnya separoh yang lain adalah perempuan bukan selainnya. Kecintaan manusia kepada separoh yang lain, kerinduannya terhadapnya, serta usahanya untuk berdampingan dengannya adalah perkara yang fitrah, dan menyalahinya adalah menyalahi fitrah. Bahkan perkara ini terkadang lebih dalam dari yang demikian itu, sebagaimana yang dikatakan salah seorang pujangga: kecintaan laki-laki terhadap perempuan berbeda dengan kecintaan perempuan terhadap laki-laki, karena (asal wanita adalah sesuatu) yang terpisah dari laki-laki, dan karena laki-laki adalah asal baginya (wanita) dan karena laki-laki adalah cabang darinya, maka kecintaan wanita terhadapnya seperti kerinduan orang asing terhadap negerinya, dan (pria) cinta kepadanya dengan kecintaan yang penuh kepada bagian yang terpisah darinya, dengan demikian dia merasa kurang karena ketiadaannya, dan wanita merasa kehilangan karena jauhnya (pria) seperti orang asing dalam keterasingannya[18]
     Seperti inilah sesungguhnya remaja sebelum pernikahan, jiwanya tidak tenang, tidak tenteram ruhnya, dan tidak merasakan ketenangan dan keterisian jiwa sampai bergabung kepadanya pasangannya dan berkumpul dengan kekasih dan kecintaannya, dan merasa senang kepada isterinya, karena nikmat telah sempurna dan terealisasinya tujuan, Allah Taala berfirman:

Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang mereka tidak ketahui[19].

Dan Allah Taala berfirman:

Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). Dan siang apabila terang benderang. Dan penciptaan laki-laki dan perempuan.[20]

PERCEPATAN PERNIKAHAN

     Dalil-dalil syariat yang telah kita kemukakan sebagian menekankan bahwasanya Percepatan pernikahan adalah langkah yang (sesuai) dengan tabiat dan sejalan dengan fitrah, dan singkron dengan ketentuan alam dan manusia, menundanya dikategorikan menyalahi asal, dan tidak bertolak kepadanya kecuali untuk kebutuhan atau darurat membuatnya berhalangan. sungguh dalil-dalil syariat telah menerangkan dan menguatkan perkara ini, diantaranya sabda Rasulullah SAW: (wahai sekalian pemuda barang siapa diantara kamu yang mampu, maka hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya hal itu lebih menjaga pandangan dan lebih suci bagi kemaluan) pernikahan menurut hadits ini wajib bagi setiap yang mampu dan berhasrat, ketentuan-ketentuan syariat adalah ketentuan fitrah, sejalan dengan fitrah, dan tidak menentangnya, karena bahwasanya Islam datang dengan kebenaran, memberi kabar gembira dan menyeru kepadanya, begitupula alam berdiri diatas kebenaran dan dengang kebenaran, Allah Taala berfirman:

Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. Dan Allah menciptakan langit dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akna dirugikan.[21]

     Ketentuan-ketentuan syariat datang untuk menata kehidupan manusia, dan mengarahkannya kepada apa yang sejalan dengan ketentuan-ketentuan kehidupan dan alam dan datang untuk meluruskan setiap yang menentang dan menyalahi ketentuan-ketentuan tersebut. Syirik, kezaliman, penyerupan (terhadap laki-laki atau perempuan) membujang, dan lain-lain adalah perbuatan-perbuatan yang menyalahi fitrah. Termasuk tidak mengsegerahkan pernikahan sementara tersedianya faktor pendukung dan tidak adanya halangan yang sebenarnya, seperti kemiskinan yang menjadikan lemah dalam nafkah dan ketiadaan kemampuan jasmani untuk menikah. Adapun alasan-alasan yang lain maka hal itu adalah alasan-alasan yang lemah, seperti penundaan karena tidak tersedianya pekerjaan, dan penundaan untuk menyelesaikan study dengan dasar bahwa pernikahan merupakan penghalang menyelesaikannya, ataukah (untuk) mencapai sepesialisasi dan karena alasan kekurangan, kecerobohan dan kesemberonoan remaja.
     Alasan-alasan ini jangan (sampai) meningkat dari segi kepentingan dan asumsi kepada tingkatan yang cocok untuk mencegah kebutuhan yang mendasar dan dorongan jasmani dan rohani yang tidak memunkinkan penundaan. Maka apabila pemuda butuh kepada makanan, minuman dan tidur maka sesunggunya dia juga butuh kepada ketenteraman, dan keterisian jiwa. Dan tidak munkin kebutuhan ini dihilangkan ataupun ditunda kecuali dengan halangan-halangan yang mendesak dan karena sebab-sebab yang memaksa.
 Banyak penelitian-penelitian antropologi dan kejiwaan sebagaimana yang telah kita kemukakan menguatkan kebenaran syariat (yang sesuai dengan) fitrah ini, dan memperjelas bahwasanya kebutuhan manusia kepada pernikahan adalah kebutuhan yang muncul secara dini, dan puncaknya pada (masa) remaja .
     Pemenuhan tabiat (sexual) dan ketenangan jiwa tergadai, tergantung pada realisasi (perkawianan) itu. Dan penelitian ini menunjukkan[22] bahwasanya masyarakat pedusunan dan perkampungan dan yang jauh dari kota, remaja(nya) tidak hidup dalam kerisis yang dialami remaja perkotaan dan daerah-daerah berbudaya maju, karena remaja di kampung mengemban tanggung-jawab, beristeri secara dini dan menguasai kedudukan tertentu. Dan dengan  demikian remaja merasakan kebebasan, ketenangan dan kemampuan untuk memikul tanggung-jawab yang dipikul oleh orang dewasa, bapak tidak merasakan problem apapun dengan anak-anak mereka dan tidak nampak kerisis kejiwaan dan sosial di tengah-tengah remaja, mereka telah berada pada golongan orang dewasa, mereka menjalankan tanggung-jawab dan tugas-tugas seperti selainnya. Bahkan mereka telah menjadi suami dan bapak, mereka menikmati apa yang dinikmati oleh orang dewasa, dan mereka diperhitungkan sebagaimana orang dewasa.
 Karena bahwasanya penundaan perkawinan menyalahi syariat dan bertentangan dengan ketentuan kehidupan dan fitrah manusia, tidak sesuai dengan keadaan asal masyarakat insani[23], yang menimbulkan dampak-dampak yang buruk, dan penghancuran bagi jiwa dan masyarakat diantaranya:

1-      penyia-nyiaan potensi jasmani dengan menghilangkan air kehidupan dengan kebiasaan onani, senda gurau yang terlarang dan perzinahan. Sungguh Islam telah memerintahkan untuk menjaga kemaluan dan berbuat pelanggaran (berzina dll). Allah Taala berfirman:

Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampauhi batas.[24]

Dan Rasulullah SAW. memerintahkan beristeri yang penyayang dan banyak anak, dimana pemuda muslim mengarahkan potensinya untuk memperbanyak keturunan yang muslim, Rasulullah SAW.bersabda:

(menikahlah (dengan) wanita penyayang dan banyak anak, karena sesungguhnya saya berbangga dengan kalian (yang menjadi) umat/jumlah yang banyak.[25]

2-Penyia-nyiaan potensi kejiwaan dan spirit dengan membiarkan hilangnya vitalitas, masa muda, tabiat (sexual) yang meluap, pemikiran dan khayalan, perasaan jamaah, keberanian, inisiatif dan kelincahan dan lain-lain dari sifat kejiwaan yang sebagian besar remaja menjadi istimewa dengannya, menghilangkannya melalui percintaan, pacaran, parade mobil, surat-menyurat, adab-adab yang rusak dan kerusakan moral dan kebanyakan kegiatan-kegiatan ini mengespresikan pengawasan dan perburuan lawan jenis, pemuda terhadap pemudi dan pemudi terhadap pemuda. Demikianlah tahun-tahun yang panjang dari umur remaja disia-siakan, yaitu sebahagian dari umur ummat yang membutuhkan kepada petensi dan masa mudanya. Dan jika kamu ingin, lihatlah kepada pemuda remaja yang ada disekelilingmu, maka kamu melihat sebagian besar dari mereka belum menikah, dan paling banyak dari mereka adalah mereka yang menyia-nyiakan petensi, menyebar pada mereka kegelisahan dan kegoncangan, disebabkan karena metode pemuasan yang rusak.

3- menghadapkan pemuda pada fitnah. Pada lingkungan kontemporer pemuda dan pemudi berhadapan dengan banyak godaan: baik yang dibaca, didengar, dilihat  dialami, pada tingkatan yang bermacam-macam, dengan memperindah pengeluarannya dengan gambar, serta tontonan, sandiwara, musik dan gaya bahasa. Kemudian godaan-godaan hidup (bernyawa), dalam bentuk dandanan wanita, perhiasan, gaya berjalan, dan suara mereka pada medan yang berbada-beda. Dan pada model pria, pakaian dan cara berbicara mereka, sehingga pemuda dan pemudi beralih menjadi santapan empuk bagi musuh, dan menjadi terfitnah, tawanan dan lindungan syetan. Pernikahan dini adalah yang membentengi pemuda dan menghidarkan darinya kejahatan dan fitnah ini.

4- Perawan-tua, yaitu problem pemudi zaman ini, yang mendahulukan study atau karir atau keilmuwan atau kemapanan, menurut anggapan mereka dari pada pernikahan, maka dia berusahan (meraih) hal-hal (sifatnya) pelengkap sebelum meraih hal yang utama, dan mengutamakan yang primer dari skunder, sehingga apabila telah sampai apa yang dikehendakinya dari pekerjaan ataupun ijazah, dia kembali memikirkan pernikahan, dan mengusahakannya setelah dia ketinggalan kereta dan laki-laki menjauh darinya karena mereka tidak menginginkan perempuan paruh baya[26] dimana dia telah memberikan masa mudanya, vitalitasnya dan kemolekannya, kepada suami yang lain (yaitu) kepada study, pengetahuan, ataupun pekerjaan. Demikianlah akibat menyalahi fitrah dan menentang ketentuan kehidupan. Sejumlah besar perawan-tua, yang telah lewat darinya umur pernikahan yang diinginkan dan diterimah (oleh pria), jadilah salah seorang diantara mereka pada umur 30 tahun melihat anak perempuan yang lain dari tetangganya atau kerabatnya pada umur 20 tahun  telah ada padanya anak-anak, suami dan keluarga, dan telah ada padanya martabat dan tanggung-jawab, melalui pelaksanaan tugas yang (sesuai dengan) tabiat, dan posisinya yang asli.[27]






[1]  Lihat : Ibrahim Qasyqusy:Sikolijiyah Al-Murahaqah, halaman 287.
[2]  Muhammad Imaduddin Ismail :Annumuw Fi Marhalatil Murahaqah, halaman 21, 22, 30
[3]  Dimana remaja masih terus berhubungan dengan study sampai pada umur 23 tahun pada akhir masa perguruan tinggi, tampa pekerjaan dan tanggung-jawab husus dan tanpa pernikahan atau tanggung-jawab social dan tanpa kebebasan yang tumbuh dari hal itu, dari apa-apa yang dia rasakan dari berkelanjutannya kanak-kanak dan kebergantungan terhadap orang lain, tanpa kemampuan untuk memikul tanggung-jawab dsb.
[4]  Surat Al-A'raf, ayat 189.
[5]  Asysyinqity dalam tafasirnya: Adwaul Bayan, juz 2, halaman 240 dan Ibnu Katsir : tafsir Al-Qur'anul Adsim, jilid 3, halaman 263.
[6]  Surat Arrum, ayat 21.
[7]  Untuk menambah faidah, lihat perkataan sayyid Qutb: Tafsir fi zilalil Qur'an, jilid 6, halaman 447-448, penafsiran ayat 31 dari surat Arrum.
[8]  Lihat Dr.Syarifuddin Malik:Markaz Abhaas Mukapahatil Jarimati, Kementerian dalam negeri, Kerajaan Saudi Arabiyah,  halaman 108, 134.
[9]  Yang dimaksud dengan tingkah-laku yang tidak senonoh seperti, mengganggu wanita,  fanatisme berlebihan pada olah-raga, menonton filem porno dan larut dalam perbuatan jahat.
[10]  Hadits dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim.
[11]  Hadits Muttafaq alaihi.
[12]  Syeh Al-Bany , Sahih Jami' assagir, jilid 2, halaman 87, dan dikelurkan oleh Annasaiy dan Hakim serta Baihaki.
[13] Hadits dikeluarkan oleh Bukhari.
[14]  Hadits dikeluarkan oleh Abu Daud.
[15]  Sebagaimana yang terjadi sekarang di negeri-negeri muslim yang mengikut kepada barat pada pakian wanita, perhiasan mereka, keluarnya wanita (dari rumah) serta percampur-bauran dengan laki-laki, dan dalam persamaan wanita dengan laki-laki pada waktu-waktu kerja dengan segala seginya, dan pada keikut-sertaan wanita terhadap laki-laki serta kepada olah-raga dan permainan-permainan yang berat dll. Dan sebaliknya penyerupaan laki-laki akan wanita dengan memanjangkan pakaian dan rambutnya, berdandan yang berlebihan, memotong jenggot mereka dan mengambil mengadopsi model/dandanan (barat). Semua ini merusak fitrah,  dan memadamkan perasaan akan cirri kahas, dengan demikianlah sangat berat ancaman(nya).
[16] Muhammad Ismail Imanduddin Ismail:Annumuw Fi Marhalatil Murahaqah, halaman 103, 106.
[17]  Kamelia Abd Fattah:Sikolojiyah Al-Mar'atul Amilah, halaman 99.
[18]  Muhammada Salamah Jaber, Khasais Al-Unusa, halamn 30 .
[19]  Surat Yaasin, ayat 36.
[20]  Surat Allail, ayat 1, 2,  dan 3.
[21]  Surat Al-Jatsiyah, ayat 21 dan 22.
[22]  Lihat Dr Mustafa Fahmi, Sikolojiyah Attufulah Wal Murahaqah, halaman 291, 294 dan lihat Muhammad Imaduddin Ismail:, Annumuw Fi Marhalati Murahaqah, halaman 22. Nuri Alhafidz :Al-Murahaqah, halaman 37, 38.
[23]  Penundaan pernikahan adalah pemikiran penjajah, dan rencana yahudi, dengan perantaraannya akhlak pemuda dan pemudi dihancurkan, dimana dilampiaskan watak (sexual) dengan segala cara  selain cara pernikahan dengan hubungan seni, profesi, study, kekeluargaan dan dengam yagn berbeda-beda pemenuhannya, dimulai dengan rangsangan/godaan  melalui rayuan, percintaan dan pertemuan-pertemuan, dan akhirnya perzinahan dan hubungan sexual, dan pemuda menjadi santapan yang empuk bagi musuh yang dihancurkan kejiwaan dan moral. Dan telah menghuni dan mendasari pemikiran, sampai pemuasan-pemuasan yang melenceng ini menjadi suatu perkara yang biasa bahkan hal itu menjadi rujukan diamana pemuda mengambil teman perempuan dan pemudi mengambil teman laki-laki dan pada hal ini masyarakat barat berjalan, dan masyarakat yang kurang islami di negeri muslim. Dan penundaan pernikahan menjadi sesuatu yang biasa, dan menjadi kebiasaan di kalangan manusia, dan percepatan itulah yang aneh dan asing!! Dan dari sini berawal kerusakan dengan tingkatan yang berbeda-beda, sehingga berakhir dengan pengrusakan kehormatan dan penghentian hal-hal utuama atas nama kebudayaan dan kemajuan.
[24]  Surat Al-Maarij, ayat 29, 30 dan 31.
[25]  Diriwayatkan oleh Abu Daud dari hadits Ma'qal bin Yasar: Sunan Abu Daud, jilid 2, halaman 542 dan juga diriwayatkan oleh Annasaiy.
[26]  Diamana dia berada pada umur 25 sampai 30 tahun, sedangkan diketahui bahwa umur vitalitas dan kesuburan wanita tidak melewati umur 45 pada sebahagian besarnya.
[27]  Kita cukupkan ([penyebutan) dampak-dampak ini, karena kita tidak butuh untuk berpanjang-lebar dalam pembahasan ini, karena jika tidak pembahasani akan menjadi lebih luas, diamana penundaan pernikahan mempunyai dampak yang banyak, dan yang paling jelas adalah : dampak jasmani, keturunan, kejiwaan diamana nampak perbedaan yang besar antara wanita yang menikah secara dini dan yang menundanya dan antara laki-laki yang mengsegerahkan pernikahan dan memperlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...